Jumat, 16 September 2011

STUDI KITAB SUCI : PENGANTAR PERJANJIAN LAMA 5 : LATAR BELAKANG SOSIOLOGIS & BUDAYA PALESTINA

LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA PALESTINA KUNO
I.      HIDUP SEHARI-HARI


A.    KOTA
         Di jaman PL, Palestina adalah negeri pertanian bukan perdagangan. Karenanya tidak ada kota yang sungguh besar. Jika disebut “kota” dalam PL jangan dibayangkan sebagaimana kota dewasa ini atau kota yang terdapat di Mesir atau Mesopotamia. Kerap kota tidak lebih besar dari sebuah kampung kecil dengan 500 – 700 penduduk.
         Kota (kampung) itu dikelilingi dengan tembok kota cukup tinggi sampai 6 m dan lebar sekitar 8 m. Dibeberapa tempat terdapat menara-menara yang cukup tinggi.
         Fungsi tembok adalah sebagai benteng terhadap serangan musuh atau perampok. Di dalam tembok terdapat dua pintu gerbang untuk masuk kota yang kerap dibuat berbelit-belit (bdk onta dan lubang jarum : bisa terjepit)
         Dekat pintu gerbang terdapat lapangan tempat para penduduk berkompul dan mengobrol atau bermusyawarah (pengumuman, pengadilan, dsb)
         Kebanyakan penduduk Israel tinggal dalam kota-kota macam demikian. Penduduk kota umumnya petani atau peternak kecil. Siang hari mereka bekerja di ladang atau kebun anggur, menjelang petang mereka kembali ke kota


B. RUMAH TANGGA / KELUARGA

1.     Stuktur Tiga Tingkat : Rumah tangga Israel dikenal dengan struktur tiga tingkat :
      Pada tingkat dasar adalah bet’ab (rumah tangga sang bapa) yaitu rumah tangga nenek moyang (patriakhal).
      Pada tingkat kedua adalah ba’it = rumah tangga suku/kerajaan dimana sebagai penguasa dan  pemilik tanah, raja berfungsi sebagai bapa keluarga bagi rakyatnya. Rakyat yang terdiri atas keluarga-keluarga bergantung pada hubungan dan ketaatan padanya – dan sebagai gantinya mereka mengharapkan perlindungan. Kerajaan Yehuda dikenal dengan sebutan rumah tangga Daud dan di Israel (utara) dengan sebutan rumah tangga Omri.
         Puncaknya adalah YHWH sebagai otoritas patrimonial utama tas anak-anak Israel, yang terikat padaNya melalui perjanjian sebagai umat-Nya (‘am)…… Allahlah Bapa……

2. Enam Ciri Utama Keluarga Alkitabiah Israel:
                                i.            Perkawinan antar kerabat / Endogami sebagai lawan eksogami yang dilakukan oleh para pejabat untuk kepentingan diplomatik/politik. Misal Salomo menjadi menantu Firaun (1 Raj 3:1; 9:16), Daud menikahi Maakha, anak bani Aram (2Sam 3:3), Omri menikahkan anaknya Ahab dengan Izebel (1 Raj 16:31)
                              ii.            Patrilineal mengatur keturunan dan pewarisan, artinya keturunan diakui berdasarkan garis ayah bukan garis ibu
                            iii.            Poligini, praktek banyak istri dimungkinkan meski lebih banyak terjadi pada kaum elite dibandingkan rakyat biasa. Monogami adalah ideal.
                           iv.            Patriakhal mengacu bahwa sang ayah (bapa keluarga) sebagai kepala keluarga. Ia disapa ba’al (tuan) yang mempunyai otoritas atas rumah tangga melindungi dan menghidupi istri-istri dan anak-anaknya. Namun, sang ayah tidak mempunyai leluasaan absolut atas anaknya, juga ia tidak punya hak hukum untuk menghukum anaknya. Otoritas paternal dibatasi (bdk Ul 21:18-21)
                             v.            Patrilokal (ikut sang ayah) bahwa sang lelaki membawa istrinya ke keluarga dan rumah tangga ayahnya, di mana sang istri menjadi anggota keuarga. Aktifitas “boyongan” ini membentuk ritus utama bagi perkawinan Yahudi.
                           vi.            Keluarga Gabungan (bet’ab = Rumah Sang Bapa) artinya lebih dari satu generasi keluarga bergabung dalam satu komunitas. Keluarga Inti (biologis) terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak bujangan. Keluarga Luas terdiri dari ayah, istri atau istri-istrinya, anak-anak lelaki dan istri-istrinya dan anak-anak laki-laki mereka, dan anak-anak gadis yang belum kawin, serta para budak. Semua hidup dibawah rumah yang sama atau rumah-rumah yang saling berhubungan. Harta benda adalah milik bersama di bawah pengaturan laki-laki yang menjadi kepala. Beberapa keluarga gabungan (bet’ab) membentuk satu keluarga (lebih) besar yang disebut mispakha (klan / kaum)

         Fondasi masyarakat Israel adalah keluarga. Dunia sehari-hari sebagian besar orang Yahudi dihabiskan waktunya dalam konteks keluarga besar ini. Keluarga sebagai titik pusat kebudayaan (tradidi), hidup keagamaan (Iman), sosial, ekonomi dan pertahanan Israel.
         Dalam kehidupan rumah tangga, yang disebut seorang bapa keluarga adalah bapa dari keluarga besar. Ia mengepalai keluarga-keluarga lain dalam rumpun keluarga yang tinggal di halaman yang sama, termasuk anak-anaknya (dan keluarga mereka – yang kerap terdiri sampai dengan tiga generasi). Mereka berada dalam otoritasnya (bdk Hak 18:22)
         Rumah mereka berada dalam satu halaman dan bertembok luar. Jarak antar rumah tidak terlampau jauh. Kadang sebanyak tiga generasi hidup dalam sebuah rumpun keluarga.
         Sepuluh perintah Allah (Kel 20 ; Ul 5) memberikan definisi ringkas mengenai rumah tangga israel dalam hal larangan untuk mengingini rumah (tangga) tetangganya :”jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu (tetangga) – Kel 20:17
         Di dalam Alkitab, anak sulung laki-laki (bekor) diberi bagian 2 kali lipat dari harta ayahnya (Ul 21:17) dan memperoleh status istimewa sebagai penerus sang bapa kelak, seperti apa yang terjadi pada berkat Ishak kepada Yakub yang disangka sebagai Esau :”jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak ibumu akan sujud kepadamu” (Kej 27:29)

C. RUMAH

         Bentuk rumah sangat sederhana, satu tingkat, terbuat dari batu, kayu, alang-alang dan lumpur. Baru di jaman kemudian di kota-kota besar muncul rumah-rumah besar dan mewah yang disebut istana dalam Alkitab.
         Cirikhas desain rumah Israel di jaman besi adalah berbentuk lurus, terdiri dari dua atau tiga atau empat bilik (bdk Am 6:10; Mzm 128:3). Lantainya dari tanah atau batu yang dipadatkan.
         Atapnya datar, bertulang kayu dan diratakan dengan campuran tanah liat dan jerami. Tangga naik ada di dalam atau luar rumah. Bagian atap ini harus sering diratakan agar padat dan harus dipagari/batas sesuai hukum Musa (Ul 22:8).
         Sotoh atau atap rumah sangat multi fungsi. Para penghuni rumah bisa tidur disana saat cuaca gerah (bdk Saul tidur di atap kota 1Sam 9:25-26 ; Elia menghidupkan anak di atas atap yang menjadi tempat tidur Elia 1Raj 17:19 ; dan yang paling terkenal kisah Daud berjalan-jalan diatas sotoh 2Sam 11:2)
         Lampu berbentuk mangkuk dari tanah liat atau keramik dipasangi tali rami dan minyak zaitun sebagai alat penerangan. Diletakkan pada relung tembok atau kaki dian.
         Lampu berdiri (menora) lebih dipakai dalam ibadat (bdk isi kamar Elisa 2Raj 4:10)
         Pintu berkusen dari kayu dan bergerendel dan bisa dikunci dari dalam (Hak 3:25; Yes 22:22; Taw 9:27). Palang horisontal di atas pintu masuk berfungsi juga sebagai penopang struktur.
         Orang Israel membalutkan darah anak domba paska pada kusen atau pun sisi-sisi pintu rumah mereka (Kel 12:7, 22-23) dan juga menuliskan syema (pengakuan iman) pada sisi pintu (mezuzot) yang dianggap keramat (Ul 6:9).
         Sedangkan kunci berupa pasak kayu yang cukup besar yang bisa ditaruh diatas bahu (bdk Yes 22:22). Kunci seperti ini dikenal dengan nama kunci Orang Mesir (panjangnya 25 – 50 cm).
         Gudang, tempat ternak dan tempat kerja menempati ruang paling bawah dari rumah, ditempat yang lebih sempit (bdk 1Sam 28:24; Am 6:4). Palung-palung makanan untuk hewan diletakkan diantara pilar-pilar penyangga langit-langit maupun penyekat ruangan
         Kebanyakan aktivitas memasak dilakukan di luar rumah. Oven untuk memasak dibuat di luar rumah meski kadang juga di ruang dalam rumah bagian tengah.


D. PERKAWINAN
         Motivasi ekonomi dalam perkawinan lebih penting dibandingkan dengan romantisme. Tujuan utama perkawinan adalah untuk mempunyai dan membesarkan anak, khususnya laki-laki.
         Di Israel, selibat – tidak menikah dianggap penghinaan (Bdk Yes 4:1). Dalam PL hanya Yeremia yang diperintah YHWH untuk tidak menikah (Yer 16:2). Dengan mematuhi larangan ini, Yeremia menubuatkan kematian dan kehancuran yang akan dihadapi Yehuda
         Sebagaimana masyarakat patriakhal, wanita adalah subordinat. Para istri memanggil suaminya dengan sebutan ba’al ataau adon (sang majikan/tuan/ndoro).
         Bdk Hos 2:15 :”maka pada waktu itu, demikianlah firman Tuhan, engkau akan memanggil aku: Suamiku (isi) dan tidak lagi memanggil aku : baalku! (ba’ali)”.
         Dengan pengertian ini pula kita bisa merasakan betapa cinta Uria pada Batsyeba dalam 2Sam 11:26 : “ketika didengar istri (isah) Uria, bahwa Uria, suaminya (ba’lah) sudah mati maka merataplah ia karena kematian suaminya itu…”.
         Tampaknya sang suami menyebut istrinya sebagai iisti (istriku) yang merupakan pasangan kata isi (suamiku).
         Tahap pertama sebelum pernikahan adalah pertunangan dimana janji nikah tersebut sama mengikatnya dengan pernikahan itu sendiri. Beberapa teks KS memperlakukan pernikahan dan pertunangan sebagai hal yang hampir sama (bdk Ul 28:30; 2Sam 3:14; Hos 2;21-22).
         Meski demikian hubungan seks sebelum nikah sangat tabu karena calon perempuan tidak boleh dilihat suami sebelum masuk kamar pengantin. (bdk Ribka yang menutup muka dengan cadar Kej 24:65). Pihak perempuan diharapkan masih perawan saat menikah, sedangkan tidak ada tuntutan untuk pihak laki-laki.
         Perkawinan diatur oleh orang tua (bdk Hagar mengatur pernikahan anaknya Ismael dengan perempuan mesir – Kej 21:21; Abraham mengatur perkawinan Ishak dengan kerabatnya di Aram Naharim – Kej 24) meski tidak selalu (bdk Esau dan Samson memilih sendiri isteri mereka – Kej 28:6-9 ; Hak 14:1-10)
         Ayah pengantin perempuan menerima mahar (uang / barang) dari si calon suami (Kej 34:12; kel 22:15-17; 1Sam 18:25) sebagai ganti rugi. (bdk 1 raj 9:16 Firaun justru memberikan kota gezer kepada anak perempuannya saat menikah kepada Salomo)
         Perayaan perkawinan dimulai dengan datangnya mempelai laki-laki ke rumah mempelai wanita (Kid 3:6-11) dengan muka ditutup cadar dan berhias (Mzm 45:15-16; Yes 49:18; 61:10; Yer 2:32; Yeh 16:12-13). Setelah itu pengantin wanita diboyong ke rumah mempelai laki-laki dengan diiringi nyanyian dan tarian (Yer 7:34; 16:9; 25:10).
         Masuknya mempelai perempuan ke rumah laki-laki merupakan saat yang menentukan. Pada titik itu mereka dinyatakan sebagai suami-istri (Kej 24:67)
         Pesta perkawinan dilangsungkan (Kej 29:22) selama seminggu (Hak 14:12). Sebuah kamar pengantin (khuppa) disiapkan dan perempuan diboyong ke sana oleh orang tuanya.
         Peristiwa ini menjadi metafor :”Dia (YHWH) memasang kemah di langit untuk matahari, yang keluar bagaikan pengantin laki-laki dari kamar pengantinnya (khuppa)” (Mzm 19:5-6 bdk Yl 2:16)


1. MONOGAMI – POLIGAMI - PERSELIRAN
Monogami adalah ideal tapi poligini dipraktekkan khususnya oleh kaum elit. Kisah penciptaan menjadi dasar monogami (Kej2 :24). Alasan prakmatis  sebagai pembenaran poligini adalah untuk mempunyai banyak anak sebagai penjaga kambing dan membantu menyemai di ladang.
Poliandri tidak tercatat selain karena perkawinan levirat (levir = saudara suami; Ibr = yabam), yaitu kerabat dekat lelaki yang berkewajiban mengawini istri saudara lelakinya yang meninggal dan  yang tidak mempunyai anak. (bdk Rut 3;9-12; Ul 25:5-10).
         Konsep ini disebut juga go’el dan tidak hanya diterapkan dalam perkawinan melainkan juga dalam hal pembalasan darah (go’el haddam), menebus saudara yang dijual sebagai budak karena hutang (Im 25:48-49), tanah warisan yang dijual harus ditebus (Yer 32:8)
         Bapak-bapak   leluhur kadang-kadang dianggap sebagai contoh untuk poligami. Tetapi poligami harus dibedakan dari perseliran. Pembedaan itu  kelihatannya tidak penting bagi kita, tetapi sangat penting di  dunia kuno. Seorang selir adalah budak, sangat berbeda dan jauh  lebih rendah dalam hubungannya dengan tuannya, bila dibandingkan   dengan istrinya.
          Meskipun disadari bahwa dari segi teologis poligami adalah kurang ideal, namun poligami ditoleransi di Israel sebagai suatu   kebiasaan sosial. Tetapi ada hukum-hukum yang membatasi   dampak-dampaknya yang mungkin menghina pihak perempuan.
            Seperti dikatakan di atas, kedudukan seorang selir adalah jauh di   bawah kedudukan seorang istri (budak), tetapi para selir mempunyai hak   legal (Kel 21:7:11). Selir sebagai budak tidak dapat dijual kembali oleh tuannya. Ia harus diperlakukan sebagai   selir satu orang saja, bukan mainan keluarga. Kalau tuannya  mengambil selir lain, ia tidak boleh mengabaikan kewajibannya   kepada selir yang pertama dalam hal materi maupun seksual.
         Kalau demikian hak-hak selir, maka hak-hak istri dalam keadaan poligami  tentu saja tidak kurang dari itu. Ulangan 21:10-14 juga melindungi   hak seorang perempuan tawanan perang yang diambil menjadi istri.   Ia harus diperlakukan secara layak dan manusiawi dan tidak dapat diperlakukan sebagai budak.
         Hukum warisan dalam Ulangan 21:15-17 secara tidak langsung mengecam bigami bahwa seorang laki-laki tidak dapat mencintai dua orang perempuan secara sama, atau pada   akhirnya salah seorang sama sekali tidak dicintainya lagi.
         Istri yang tidak dicintai itu dilindungi dari perlakukan yang tidak   adil; jika anak laki-lakinya adalah anak sulung maka anak itu tidak boleh kehilangan warisannya karena ibunya tidak dicintai
         Cerita tentang Elkana dan istri-istrinya yang saling bersaing (1 Sam 1) memang tidak untuk mengkritik bigami secara langsung, tetapi bisa menjadi ilustrasi yang hidup tentang kesengsaraan   yang dapat ditimbulkan oleh praktik tersebut.

2. PERCERAIAN
         "Tetapi sejak semula tidaklah demikian" (Mat. 19:18). Kata-kata   yang diucapkan Yesus tentang perceraian itu berlaku juga untuk   poligami. Riwayat penciptaan secara jelas berbicara tentang satu   suami satu istri, "satu daging" antara satu laki-laki dan satu   perempuan (Kej. 2:24).
         Di samping itu, ada bagian-bagian dalam tulisan-tulisan hikmat yang mendorong, atau setidak-tidaknya   menganjurkan, monogami yang kokoh (Ams. 5:15-20; 18:22; 31:10-31,   Kidung Agung) dan bahkan perkawinan monogami digunakan untuk   melukiskan hubungan yang eksklusif antara Allah dan Israel.
         Perceraian merupakan masalah yang serius dan tidak dianggap hal biasa. Hukum Ulangan 24:1-4 hanya memberikan hak kepada suami – tidak kepada istri. Suami diharuskan memberikan surat cerai kepada istrinya agar ia tidak dianggap berzinah jika kawin lagi.
          Dalam Maleakhi 2:13-16 ada serangan yang tidak mengenal kompromi terhadap perceraian, yang memuncak dengan kecaman yang   terang-terangan: "Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah   Israel".


E. ANAK
         Anak dianggap sebagai karunia Allah dan berkat. Masyarakat Israel adalah pronatalis, mematuhi perintah Allah dengan serius:”beranak cuculah dan bertambah banyak” (Kej 1:28). Coitus interuptus (hubungan seks terputus) dikutuk, sebagaimana kasus Onan (Kej 38:8-10).
         Kemandulan adalah bencana yang dianggap sebagai hukuman Allah (kej 20:18) sedangkan banyak anak adalah berkah ilahi (Mzm 127:5)
         Nama diberikan setelah anak dilahirkan dan kerap dari dunia flora-fauna, teoforik (nama-nama yang mengandung elemen ilahi), atau pun patronik (nama kakek buyut). Biasanya nama diberikan oleh ibu (1Sam 1:20).
         Anak laki-laki lebih disukai daripada anak perempuan karena alasan sosial-ekonomi maupun karena anak laki-laki akan mengabadikan nama keluarga (Bdk kej 48:16)
         Anak sulung laki-laki (bekor) diberi bagian 2 kali lipat dari harta ayahnya (Ul 21:17) dan memperoleh status istimewa sebagai penerus bapa keluarga.
         Anak harus menghormati orang tua. Hukum kelima ini sederhana namun implikasinya sangat luas. “Hormatilah (kebbed) ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu (Kel 20:12; 21:15, 17; Im 19:3). Bahkan setelah mereka meninggal, anak harus menguburkan mereka dalam kuburan para leluhur dan mengatur upacara ratapan, seperti Yusuf menguburkan Yakub di kanaan di Makhpela (Kej 50 :1-4)
         Anak (laki-laki muda) yang tidak patuh, yang tingkah lakunya membahayakan kedamaian (syalom) keluarga diperlakukan dengan keras. Ada pengadilan pada pintu gerbang kota yang dipimpin para tua-tua sebagai wakil komunitas. Orang tua yang dikecewakan tampil sebagai penggugat (bdk Ul 21:18-21).
         Kita bisa melihat rasa bakti seorang anak pada orang tuanya dalam kisah Barzilai, orang Gilead yang menjadi teman Daud. Ia menolak undangan raja untuk hidup di istana, malah memohon : “biarkanlah hambamu ini pulang, sehingga aku dapat mati di kotaku sendiri, dekat dengan kubur ayah dan ibuku” (2 Sam 19:37)


F. PENDIDIKAN
         Penulis KS kerapkali “menginstruksikan” kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya perihal “perbuatan Allah yang ajaib” (pe’ullot YHWH) :
      Peristiwa wabah belalang di Mesir : “supaya engkau dapat menceritakan kepada anak cucumu, bagaimana Aku mempermainkan orang Mesir…. Supaya kamu mengetahui, bahwa Akulah Tuhan” (Kel 10:2)
      Berkaitan dengan perayaan Roti Tak Beragi: “Pada hari itu harus kauberitahukan kepada anakmu laki-laki: Ibadah ini adalah karena mengingat apa yang dibuat Tuhan kepadaku pada waktu aku keluar dari Mesir” (Kel 13:8)
      Saat Yosua menyusun 12 batu di Gilgal : “Jika orangtua bertanya kepada orang tua mereka apa arti batu-batu ini, para orang tua harus menjelaskan:”Israel telah menyeberangi sungai yordan ini di tanah yang kering” (Yos 4;21-22
         Pendidikan diberikan juga dalam konteks hidup sosial sehari-hari, baik dalam tugas menggembala ternak (Daud 1Sam 16:11 – RahelKej 29:9), maupun pekerjaan ladang lainnya (1 Raj 4:18)
         Di Mesir dan Mesopotamia, sekolah telah ada sejak tahun 3000SM. Meski bukan formal, melainkan beberapa murid yang belajar pada seorang guru. Musa adalah orang Ibrani yang mendapatkan pendidikan membaca dan menulis (Kis 7:22) dan ia diutus untuk mengajarkan hukum kepada masyarakatnya (Ul 4:10) dan perintah-perintah (Im 10:11). Hal ini dilakukan dengan pengulangan dan contoh-contoh (Ul 11:19), pembacaan di muka umum (Ul 31:10-31) dan menggunakan nyanyian-nyanyian yang digubah secara khusus (ay 19)
         Di Israel sendiri diperkirakan sekolah telah ada di jaman Kerajaan dan  secara formal setelah pembuangan. (bdk rumah pendidikan di Sir 51:23)
         Orang tua bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak (Kej 18:19; Ul 6:7). Petunjuk-petunjuk praktis dalam hal keagamaan diajarkan oleh ayah (Kel 10:2; sir 30:1-13. Ayah juga mengajar dengan disiplin yang ketat (ams 13:24)
         Para pemuda (limmudin = pengikut) dan para raja diajar oleh para nabi di sinagoga atau Bait Allah (1Sam 10:11-13; 2Raj 4:1; 2Sam 12:1-7; Yes 8:16; 50:4; 54:13). Mereka diajar juga membaca dan menulis (Hak 8:14; Yes 10:19). Abjad diajarkan dengan cara diulang-ulang (Yes 28:10) – namun kebanyakan pelajaran diberikan secara lisan dan tanya jawab.
         Tidak ada acuan khusus dalam PL tentang gedung sekolah secara khusus. Namun di tahun75 SM pendidikan dasar bagi kaum muda antara usia 6-16 tahun di yehuda merupakan keharusan. Simon bin shetah menunjukkan adanya sekolah macam itu di pembangunan Bait Allah kedua. 1 taw 25:8 mengacu kepada para terpelajar (talmid).





G. MATA PENCAHARIAN

         Secara garis besar, mata pencaharian orang Israel adalah petani, peternak, nelayan (untuk mereka yang tinggal disekitar danau Galilea) ataupun campuran antara ketiganya.
         Sebelum jaman para raja (Saul dan seterusnya), masyarakat Israel tidak mengenal golongan-golongan. Hanya kepala keluarga saja yang mempunyai kedudukan khas dalam masyarakat. Kaya dan miskin tidak terlalu mencolok perbedaannya. Baru di jaman para raja mulai muncul golongan-golongan.
         Ada tentara, pegawai negeri (abdi dalem), pejabat-pejabat, dsb yang mempunyai hak istimewa. Mereka tinggal di kota sehingga kota menjadi tempat orang kaya. Dengan kekayaan itu pula mereka berdagang dengan orang dari luar negara yang kerap datang ke ibukota negara.
         Akibatnya muncul kemudian golongan dalam masyarakat: golongan kaya yang berkuasa dan golongan rakyat kecil yang tidak berdaya. Ketidakadilan pun mulai muncul. Beberapa nabi mengecam hal ini (Hosea, Amos, Yesaya, dll)
         Di Israel kuno, hampir tiap orang terlibat dengan pertanian dalam beberapa seginya dan berjumpa dengan ternak kemana pun mereka pergi. Termasuk juga orang di kota kerajaan seperti Yerusalem atau Samaria.
         Dua pintu gerbang kota Yerusalem di jaman Besi diberi nama dari binatang-binatang yang diperjualbelikan : Pintu Gerbang Domba (Neh 3:1, 32; 12:39) dan Pintu Gerbang Ikan (2 Taw 33:14; Neh 3:3; 12:39; Zef 1:10)
         Agrikultur menjadi basis ekonomi Israel kuno, karenanya sangat mempengaruhi tiap segi kehidupan sehari-hari, baik hukum, ekomomi, agama dan sosial.
         Kalender Israel kuno sangat berbeda dengan kalender kita yang diatur dalam irama menit dan jam. Kalender agricultural lebih berkaitan dengan irama musim yang bergerak seputar kegiatan bercocok tanam, panen serta penggembalaan ternak.
         Termasuk pula di dalamnya kalender kultis yaitu perayaan-perayaan syukur dikaitkan dengan kehidupan agrikultural. Perayaan anggur (di Silo – Hak 21), Paskah dan Perayaan Roti tak Beragi mulanya adalah dua perayaan terpisah untuk merayakan panen gandum.
         Paskah (Pesakh-masysyot) dimana pencukuran domba dilaksanakan. Tabernakel (sukkot) merupakan merupakan festival musim gugur, merayakan berakhirnya pekerjaan agrikultural. Nama pesta ini sebelumnya adalah pesta pengumpulan hasil (bdk Kel 23:16). Pada masa itu mereka membuat pondok-pondok (tenda portabel) di kebun-kebun.
         Atmosfir agrikultur sedemikian penting sehingga sangat kerap dirujuk dalam Alkitab, baik dalam arti harafiah maupun alegorif / simbolis. Misal, Am 9:13 yang menggambarkan jaman baru dengan kesuburan tanah ketika tanaman berlimpah ruah.


H. PERBUDAKAN
         Perjanjian lama, sebagaimana juga Paulus, sering dikecam  karena membiarkan perbudakan. Dalam dunia kuno zaman Perjanjian Lama, perbudakan adalah bagian integral dari kehidupan    sosial, ekonomi dan kelembagaan, sehingga sulit membayangkan  masyarakat tanpa perbudakan.
         Perbudakan dalam masyarakat Israel sangat berbeda dengan perbudakan dalam kekaisaran Timur Tengah kuno se-zamannya, maupun jika dibandingkan dengan zaman Yunani dan Romawi kemudian.
         Di sana  pasar-pasar budak penuh dengan tawanan perang dan orang-orang  buangan. Para budak diperlakukan sebagai mesin kerja tanpa perikemanusiaan.
         Dalam masyarakat Israel yang bertani dan beternak, budak biasanya melayani dan tinggal dalam suatu rumah tangga; tenaganya melengkapi tetapi tidak menggantikan tenaga  anggota-anggota rumah tangga yang bebas (Bdk Pembantu RT)
         Dengan kata lain, tenaga budak tidak membebaskan orang Israel dari kerja fisik. Mereka  diperlakukan secara manusiawi (karena dituntut oleh hukum).  perbudakan dapat dikatakan tidak begitu berbeda dengan berbagai   jenis pekerjaan upahan lainnya. di  Israel, budak mempunyai banyak hak dan perlindungan hukum. Bahkan jika dibandingkan dengan orang bebas namun miskin (tidak punya tanah, pekerja sewaan dan tukang sewaan), budak  menikmati lebih banyak jaminan hukum dan ekonomi.

          Mengapa Israel begitu berbeda? Ada tiga pokok yang perlu diperhatikan:

       Pertama dan paling berpengaruh dalam pandangan teologis dan perlakukan hukum Israel terhadap perbudakan adalah sejarah  Israel sendiri. 
Israel tidak pernah melupakan bahwa asal usulnya    ialah sekelompok rakyat miskin dari budak-budak yang dibebaskan (Ibrani).       Israel melihat perbudakan para leluhurnya selama empat abad di negeri asing dan diperlakukan tidak    manusiawi menjadi suatu pengalaman yang  benar-benar mewarnai sikap mereka selanjutnya terhadap perbudakan. 
Pada satu  pihak, orang Israel tidak diperbolehkan memperbudak atas teman sebangsanya karena perbuatan itu tidak  sesuai dengan kedudukan mereka sebagai saudara-saudara yang sama- sama ditebus Allah, budak-budak Allah sendiri (bdn. Im. 25:42-43,  46, 53, 55).
Pada pihak lain, perlakukan Israel terhadap orang asing, baik sebagai orang merdeka yang menjadi pekerja sewaan tanpa memiliki tanah ataupun budak belian, harus ditandai dengan belas kasihan, mengingat perbudakan di Mesir yang    tidak mengenal belas kasihan. 
Prinsip ini sangat jelas dalam hukum  Perjanjian lama yang tertua, yaitu Kitab Perjanjian dalam Keluaran 21-23: "Orang asing janganlah kamu tekan, karena kamu sendiri telah    mengenal keadaan jiwa orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir" (Kel. 23:9; bnd. 22:21; Ul. 15:15).
- Kedua, sikap itu dituangkan dalam peraturan yang memberikan hak dan perlindungan budak di Israel. Budak pun diikutsertakan dalam hidup keagamaan dan hukum perdata.
         Hukum perbudakan di israel adalah unik di antara hukum-hukum Timur Tengah kuno. Beberapa hak para Budak :
         Mereka dapat disunat dan ikut ambil bagian dalam perjamuan Paskah (Kel. 12:44).
         Mereka boleh mengikuti perayaan-perayaan besar (UL. 16:11-14; khususnya ay. 12),
         Beristirahat pada hari sabat (Kel. 20:10). Bahkan dalam Keluaran    23:12 dikatakan bahwa perintah itu memang diperuntukkan bagi para budak dan binatang yang bekerja.
         Ada dua buah hukum (Kel. 21:20-21, 26-27) yang berkenaan dengan perlakukan seorang majikan atas budak-budak sendiri:
      Pertama Kel 21:20 “Apabila seseorang memukul budaknya laki-laki atau perempuan dengan tongkat, sehingga mati karena pukulan itu, pastilah budak itu dibalaskan”. Artinya kalau majikan memukul budak hingga mati, maka budak itu harus "dibalaskan"". Majikan yang membunuh budaknya harus dihukum mati oleh masyarakat atas nama budak itu, yang tidak mempunyai keluarga untuk membalasnya.
      Kedua Kel 21:26-27 Apabila seseorang memukul mata budaknya laki-laki atau mata budaknya perempuan dan merusakkannya, maka ia harus melepaskan budak itu sebagai orang merdeka pengganti kerusakan matanya itu. Dan jika ia menumbuk sampai tanggal gigi budaknya laki-laki atau gigi budaknya perempuan, maka ia harus melepaskan budak itu sebagai orang merdeka pengganti kehilangan giginya itu.

         Hukum ini melindungi budak dari kecelakaan tubuh. Jika ia dilukai oleh tuannya ia harus dibebaskan. Ada keprihatinan mendalam atas kemanusiaan budak itu. Perlu dicamkan bahwa peraturan ini adalah hukum perdata, bukan seruan untuk berbuat baik.
         Oleh sebab itu dalam keadaan demikian, seorang    budak dapat naik banding kepada peradilan para tua-tua melawan majikannya sendiri. Hal ini juga menjadi hak yang unik. Ayub menunjuk pada peraturan ini ketika ia menyatakan tidak pernah berbuat tidak adil terhadap budak-budaknya ketika mereka beperkara dengannya (Ayb. 31:13).
         Setelah melayani selama enam tahun, seorang budak diberi kesempatan untuk bebas pada tahun ketujuh. Karena ia tetap tidak memiliki tanah, sangat mungkin "kemerdekaan" itu hanya berarti dapat berganti majikan. Dalam Ul 15: 13-14 hukum asli itu diperluas dengan pemberian yang melimpah, yakni suatu bentuk tunjangan pengangguran pada zaman itu. Meski demikian seorang budak sering lebih suka tinggal dalam rumah tangga tuannya daripada kebebasan (Ul. 15:16-17). Ini membuktikan bahwa perbudakan di Israel sangat manusiawi dan tidak menindas.
         Yang paling unik dan mengagumkan ialah hukum tentang suaka yang terdapat dalam Ul 23:15-16. tentang budak yang melarikan diri.
         Dalam masyarakat lain pada waktu itu, budak yang melarikan diri dihukum keras dan siapa saja yang membantunya juga dihukum. Tetapi hukum Israel, budak yang melarikan diri justru dilindungi. Ia tidak dihukum atau dikembalikan pada tuannya, tetapi diijinkan    hidup bebas di tempat pilihannya.
         "Luar biasa sekali, satu-satunya masyarakat Timur Tengah kuno yang hukumnya melindungi budak yang melarikan diri adalah masyarakat yang berasal dari kelompok budak-budak yang melarikan diri dari Mesir!
            .... Israel telah mengalami Allah sebagai Allah yang bersimpati kepada budak-budak yang melarikan diri. Jadi peraturan ini bukanlah hanya suatu prinsip etis atau hukum yang mempertahankan hak-hak asasi manusia saja, tetapi mencerminkan pengalaman keagamaan Israel sendiri dan itulah ciri khusus etika      Alkitab." (Clines: hal. 8)




















Tidak ada komentar: