Minggu, 30 Oktober 2011

PANTASKAH KITA DIUNDANG?


Luk 14:12-14

14:12 Dan Yesus berkata juga kepada orang yang mengundang Dia: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya.

14:13 Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.

14:14 Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.

Perjamuan
Perikop ini sangat terkenal. Di dalamnya terkandung ajakan untuk berbuat tanpa pamrih. Bagi orang Yahudi, mengundang seseorang dalam suatu perjamuan, berbeda dengan sekedar berbuat baik bagi seseorang yang membutuhkan. Mengundang seseorang dalam perjamuan berarti menempatkan orang lain (undangan) dalam kelompok kita, dalam tataran yang semartabat dengan kita. Mereka dianggap layak makan bersama, bergaul, berpesta, bergembira dan bahkan karena perjamuan seseorang dianggap bersaudara dengan kita. Dalam sudut pandang ini kita bisa melihat betapa orang Yahudi sangat heran ketika mengetahui Yesus makan bersama para pemungut cukai dan orang berdosa (bdk Mat 9:11; Mrk 2:16; Luk 5:30)


Sangat biasa jika mengadakan perjamuan kita mengundang kerabat, orang yang kita kenal, atau pun orang terpandang yang kita hormati. Kedatangannya merupakan suatu kehormatan bagi kita. Bahkan siapa kita, juga diukur dengan melihat siapa yang datang dalam perjamuan yang kita adakan. Kalau pesta yang kita adakan dihadiri oleh seorang presiden, maka orang lain pasti akan segan dengan kita. Seluruh lingkungan di-steril-kan untuk pengamanan sang presiden. Siapa tamu kita mencerminkan siapa diri kita.

Dan tentunya, saat sang tamu nantinya mengadakan perjamuan – kita pun pasti akan diundangnya. Sama, menghadiri undangan seseorang yang terkenal pun juga menjadi suatu prestise bagi seseorang. “Wah maaf saya tidak bisa datang doa lingkungan ya, ada undangan manten anaknya pak gubernur….” Wuis hebat rek………

Mengundang Orang Miskin, Cacat, Lumpuh dan Buta?
Karenanya ajakan Yesus dalam periko ini, jika didalami sangatlah mencengangkan. Jika kita ikuti, yang kita pertaruhkan bukan sekedar pamrih dari orang yang diundang tanpa bisa membalasnya, melainkan juga harga diri kita dipertaruhkan. Karenanya bagaimana seruan ini bisa dilaksanakan?


Kitalah Para Undangan itu
Dalam renungan ini, saya tidak hendak mengulas bagaimana seruan Yesus harus dilaksanakan, melainkan saya mengajak kita semua menyadari diri bahwa KITALAH para undangan itu. Kita ini orang-orang miskin, buta dan lumpuh yang diundang Allah ikut dalam pesta perjamuannya, dalam Ekaristi maupun dalam perjamuan abadi di surga nanti.


Kisah Sepasang Suami istri cacat
Dari satu kisah di jejaring social, saya mendapat suatu cerita yang menarik untuk menggambarkan betapa Allah mempertaruhkan harga diriNya untuk senantiasa mengundang kita dalam hidupNya:

Ada sepasang suami isteri, ϑîmana sang isteri αϑalah wanita yang amat sangat cantik, tanpa cacat sedikit pun. Daή suaminya sangat mencintainya, begitu juga isterinya.
Dî hari-hari itu, sedang tersebar wabah penyakit kulit yang ganas,yang membuat kulit orang yang tertular menjadi rusak menjijikkan. Dan sang isteri tertular, wajahnya mulai hancur ϑimakan penyakit. ϑîkala itu, sang suami sedang bertugas diluar negeri dan belum mengetahui bahwa isterinya terserang penyakit kulit tersebut. Dan naas pula bahwa dalam perjalanan pulang dari luar negeri, sang suami mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dia menjadi  buta.
Akhirnya dari hari ke hari,sang isteri yang pada mulanya bidadari berubah menjadi wanita yang amat jelek dan menyeramkan ηαмυη sang suami tak bisa melihatnya. Dan kehidupan mereka ϐerjalan seperti biasa dengan penuh Kasih Sayang dan Cinta seperti awal mereka menikah.
Waktu berjalan selama 40 tahun, dan akhirnya sang isteri meninggal. Sang suami amat ϐersedih dan merasa kehilangan. dî pemakaman sang suami adalah orang terakhir yang keluar dari kuburan sang isteri.Ketika berjalan, datanglah seseorang menyapa,"pak, bapak mau kemana?" jawab sang suami," saya mau pulang".
Мendengar jawaban itu, orang tersebut ϐersedih ϑengan keadaan sang suami buta dan sendiri. Lalu orang tsb ϐerkata,"bukankah bapak buta dan sεƖαƖu ϐяgandengan ϑengan sang isteri? Gimana sekarang bapak mαů pulang sendiri?"
Jawab sang suami "sebenarnya saya †idak buta, selama 40 tahun saya HANYA ϐerpura-pura buta agar isteri saya †idak minder atau rendah diri kalau saya mengetahui bahwa dia sakit dan wajahnya ϐerubah menjadi menakutkan…..”


Bagaimana Kita Memperlakukan Diri Kita sebagai Orang Yang diundang?
Allah mempertaruhkan harga dirinya dengan mengundang kita.    Mengapa? “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16).
Allah merendahkan diriNya menjadi manusia agar kita tidak minder. Kita orang buangan, orang buta, orang lumpuh, orang miskin agar berani – tidak minder – punya kemampuan untuk membalas kasihNya. Inilah cinta yang sempurna.

Lalu bagaimana sikap kita agar sedikit banyak “memberi muka” kepada sang tuan rumah yang telah mengundang kita? Bukankah yang kerap terjadi justru kita tidak merasa sebagai orang buta, orang lumpuh dan orang miskin dihadapan Allah? Kita justru memberondong Dia dengan tuntutan-tuntutan permintaan dan keluh kesah yang tak habis-habisnya? Dengan pertanyaan-pertanyaan: mengapa terjadi ini dan mengapa begitu? Bahkan tak jarang pula kita mempertanyakan keadilan Allah? Kerap kita menuduhNya tidak adil hanya karena hal buruk yang menimpa kita dan hal baik yang menimpa orang lain? Kita kerap bertingkah seperti orang yang tak tahu diri. Cerita dari Anthony de Mello ini bisa menjadi cermin refleksi kita :

Pada suatu malam yang gelap, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sahabatnya menawarkan sebuah lentera minyak. Orang buta itu tertawa dan berkata: “Apa artinya pelita buat orang buta seperti saya? Bagiku siang atau malam sama saja." Dengan lembut temannya menjawab: “Gak apa-apa, pelita ini berguna agar orang lain melihat kamu dan tidak menabrakmu.” Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita minyak itu.
Dalam perjalanan, seseorang menabrak si buta. Dia pun mengomel: “Hei kamu yang punya mata, lihat-lihat dong, aku ini buta.” Tanpa menanggapi omelannya orang itu terus berlalu.
Tak berapa lama kemudian, seorang pejalan kaki yang lain menabrak si buta. Kali ini dia bertambah marah dan membentak orang itu: “Apa kamu buta? Aku membawa pelita bernyala supaya kamu melihat dan tidak menabrak saya.” Jawab orang itu: “Maaf kawan, apakah kamu tidak sadar bahwa pelitamu sudah padam?”
Sumber: Anthony de Mello, The Prayer of the Frog - Part 1



Bagaimana seharusnya bersikap dihadapanNya agar kita tidak seperti orang buta yang pelitanya telah padam? Gambaran orang buta dengan lentera ini bisa menjadi cermin bagi kita yang kerap menyebut diri orang baik, beragama dan aktif dengan kehidupan menggereja. Tak jarang orang-orang yang demikian ini jatuh dalam dosa – bahkan dalam dosa yang berat. Mengapa bisa terjadi?

Pertama-tama karena kita tidak menyadari siapa diri kita. Kita lupa bahwa sebenarnya kita ini orang yang buta. Kita bahkan tidak tahu saat lentera kita sudah padam. Kita tetap merasa sangat percaya diri dan menyalahkan orang lain. Kita lupa berintrospeksi diri. Saat teduh hanyalah saat dilihat orang lain, hanya saat “on stage”, hanya saat di gereja….. di waktu-waktu yang sangat pribadi, sendiri, kita justru kerap lupa membawa Tuhan.

Karenanya, yang perlu kita lakukan adalah senantiasa mengundang Dia dalam pergaulan akrab dengan kita. MenjadikanNya mata hati kita saat akan bertindak. Meminta petunjukNya bukan hanya saat ragu – di saat yang paling pasti pun kita melibatkan Dia. “Tuhan sebaiknya harus bagaimana?” Kita berpasrah namun kita tidak diam, kita pun aktif bertanya dan bertanya. Berdialog dengan Dia yang menjadi sahabat kita…… dan Bunda Maria menjadi teladan dan teman kita senantiasa berdialog dengan Yesus sang Putera.



31 Oktober 2011
Untuk wilayah St. Petrus

Selasa, 04 Oktober 2011

STUDI KITAB SUCI : PENGANTAR PERJANJIAN LAMA 6: LATAR BELAKANG SOSIAL RELIGIUS PALESTINA


LATAR BELAKANG RELIGIUS PALESTINA KUNO : AGAMA DALAM HIDUP SEHARI-HARI

      Dalam masyarakat Israel, agama meresap ke dalam seluruh kehidupan (Bdk. Hindu di Bali). Hidup dan agama tidak terpisah. Pada setiap peristiwa, senang-susah, Allah disertakan. Agama Israel bukan agama “massal” yang dihayati dalam upacara-upacara besar saja. Sebaliknya, agama adalah persoalan keluarga, kampung dan perorangan.
      Beberapa hal hidup agama yang secara mencolok dalam masyarakat Israel adalah :
-      Tanah Terjanji         - Kurban Persembahan
-      Yerusalem                - Kematian & Hidup Setelah Mati
-      Bait Allah                  - Tiga Tokoh : Musa – Daud - Mesias
-      Sabat                         - Hari-hari Raya


A. TANAH PERJANJIAN
         Negeri Palestina, bagi orang Yahudi tetap dan selalu penting. Negeri itu mempunyai arti religius keagamaan yang dalam bagi mereka. Bukan sekedar sepenggal tanahnya melainkan negeri itu menjadi tanda bukti dari Allah bahwa Israel adalah umat pilihan Allah. Tanah Terjanji menjadi tanda peringatan akan identitas itu. 50:24 “Berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya: "Tidak lama lagi aku akan mati; tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub
         Dalam berhubungan (terpengaruh) dengan bangsa-bangsa lain, Israel senantiasa menghubungkan dengan iman tauhidnya: Allah yang Esa yang telah memilih Israel sebagai umatNya. Semuanya dihubungkan dengan pengalaman dasar israel : perjalanan di padang gurun keluar dari Mesir.
      Israel di Perantauan : Tanah Kanaan adalah Tanah Terjanji dari Allah untuk Israel. Namun ada banyak orang Yahudi yang menetap di luar negeri karena beraneka sebab. Mereka biasanya disebut diaspora (Yun); Galuth /Golah (Ibr) = terserak-serak ; perantauan.
         Secara garis besar, ada tiga “bencana nasional” yang mengakibatkan mereka terserak-serak :
      Saat Asyur menyerang negara Israel / Utara (721 SM) dan membuang para tawanan ke negeri Asyur
      Saat negara Yehuda / Selatan dibumihanguskan Nebukadnezar (Babel, th 586 SM) dan penduduknya dibuang ke Babel
      Tahun 70 M saat Israel dan Yerusalem dihancurkan oleh Roma. Sejak saat itu Israel kehilangan tanah airnya. Pada abad 20 mereka kembali meski masih banyak yang masih di luar negeri.

B. YERUSALEM
         Kota Yerusalem mempunyai peran besar dalam sejarah dan kehidupan bangsa Israel. Kota itu disebut “Sion” (yang mula-mula sebuah bukit dalam kota itu), Atau “Puteri Sion”. Sejak jaman Daud hingga saat ini Yerusalem menjadi pusat dan jantung bangsa dan agama Yahudi meski dari segi ekonomi, kurang penting sebab tanahnya tandus dan kering.
         Kota ini terletak di daerah Yehuda di bagian selatan Palestina. Di dataran tinggi dan di kelilingi gunung sehingga merupakan kota benteng yang kuat dan sukar didekati musuh. Roma, dengan kekuatan “modern” saat itu butuh 3 tahun untuk mendekati dan merebutnya
         Yerusalem merupakan kota yang sangat tua. Sekitar th 3000 SM telah didiami. Abraham juga pernah berurusan dengan raja kota ini (sebelumnya disebut : Salem – Kej 14:18 Melkisedek Raja Salem)
         Sekitar th 1000 SM Daud merebutnya dari bangsa asli (Yebus) dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahaan dan keagamaan dengan memboyong Tabut Perjanjian ke sana. Dengan demikian, Yerusalem menjadi pusat peziarahan umat Israel.
         Luas kota Yerusalem beberapa kali mengalami perluasan. Dengan jumlah penduduk di jaman PL ditaksir sekitar 30.000 jiwa. Meski demikian, penduduk Yerusalem saat itu tergolong progresif karena banyak bertemu dengan budaya-budaya asing.
         Di lain pihak, penduduk diluar Yerusalem adalah penduduk yang konservative yang hidup sesuai adat nenek moyang. Karenanya mereka kerap mengecam penduduk Yerusalem yang kerap meninggalkan adat istiadat nenek moyang. Para nabi kebanyakan juga berasal dari pedalaman. Mereka tidak hanya menyuarakan suara Tuhan tetapi juga hati nurani rakyat.
         Yerusalem adalah “Kota Kudus” sebab disana diam Allah Israel. Kota Kudus itu menjadi lambang pemersatu dan identitas bangsa Israel. Orang Israel selalu rindu kembali ke kota itu. Betapa orang Israel sangat mencintai Yerusalem terdengar jelas dalam Mzm 122 dan Mzm 48
         Yerusalem terletak 700m di atas permukaan laut, di daerah  pegunungan Yudea. Sebenarnya tempat itu kurang baik sebagai  lokasi ibu kota negara - jauh dari laut (54km), tidak terletak di tepi sungai besar, tidak dekat dengan jalan raya/dagang, persediaan airnya kurang bagus dan termasuk daerah kurang subur.

         Namun demikian, tidak ada sebuah kota lain yang telah sedemikian rupa mempengaruhi sejarah dunia, seperti Yerusalem.


C. BAIT ALLAH

         Yerusalem adalah jantung umat Israel, namun sejatinya yang membuatnya demikian adalah Bait Allah atau kenisah yang terletak di bukit Sion.

         Bait Allah direncanakan oleh Daud tetapi didirikan oleh Salomo (+/- 950 SM). Bait Allah merupakan kompleks bangunan berupa lapangan luas yang dikelilingi pagar tembok. Di bagian utara lapangan itu terdapat bangunan yang terdiri dari tiga bagian :

      Bagian I - Tempat Masuk : serambi beratap yang didepan pintu masuk terdapat dua tiang perunggu yang besar

      Bagian II - Tempat Yang Kudus : sebuah ruang dengan jendela-jendela tempat para imam membakar ukupan / kemenyan

      Bagian III – Tempat Maha Kudus : berupa bangunan dadu tanpa jendela sehingga gelap, dengan pintu berdaun dua dan bertirai.  Di dalamnya terletak Tabut Perjanjian yang ditempatkan dibawah dua patung kerubim (binatang gaib) yang sayapnya terbentang di tasa TP. Tabut Perjanjian sendiri merupakan alas kaki ALLAH yang bertahta di atas para binatang gaib tersebut.

         Di depan gedung Bait Allah itu berdiri mesbah tempat pembakaran korban-korban bakaran. Di Sekeliling bangunan Bait Allah juga terdapat bilik-bilik kecil tempat menyimpan keperluan ibadat.

         Bait Allah beberapa kali dihancurkan :

      Setelah berdiri selama 400 th di tahun 586 SM Bait Allah dihancurkan oleh bangsa Babel (Nebukadnezar). Dibangun lagi sekembalinya dari pembuangan Babel (Ezra – Nehemia); lebih sederhana dari bangunan Salomo

      Setelah berdiri selama 500 tahun, Herodes Agung memugar Bait Allah menurut pola dasar Bait Allah yang lama. Pembangunan sejak tahun  20 SM dan terus berlangsung hingga…

      Dihancurkan kembali oleh bangsa Roma tahun 70 Masehi hingga sekarang belum ada rencana membangun kembali.

         Yang tersisa sekarang ini adalah tembok tebal yang dibangun Herodes sebagai tumpuan pagar tembok lapangan Bait Allah.

         Dan unsur paling penting telah hilang bersama penyerangan Babel : Tabut Perjanjian. Secara historis diperkirakan turut terbakar. Secara Alkitabiah diyakini bahwa TP disembunyikan oleh Yeremia (bdk Yer….)

         Sekitar tahun 600 SM ada berbagai tempat suci. Rakyat berziarah di tempat-tempat suci di sekitar kota dan kampungnya untuk merayakan pesta, mempersembahkan kurban atau pun berdoa kepada Allah. Tempat-tempat kudus itu sekaligus menjadi pasar. Tiap tempat kudus punya petugasnya (imam), juga hukum dan adat-istiadat sendiri.

         Sekitar tahun 622 SM semua tempat kudus itu ditiadakan. Hanya dalam Bait Allah Yerusalem saja orang boleh mempersembahkan korban.

         Korban binatang memang merupakan inti dari seluruh ibadat israel. Karenanya semua orang Israel, dari dalam maupun luar negeri, sedapat mungkin berziarah ke Yerusalem untuk merayakan pesta tahunan, khususnya paska.



D. SABAT

         Kata Sabat berasal dari kata shabbat = berhenti / beristirahat. Ini menunjuk pada hari ketujuh dalam satu minggu, dimulai hari jumat ketika matahari terbenam sampai hari sabtu ketika matahari terbenam.

         Asal-usul sabat ada dalam Kej 2:1-3 tentang penciptaan. Dan hal ini ditegaskan dalam Ul 20:8-11, 31:17 dimana pada hari itu orang Israel (termasuk budak, ternak dan orang asing yang menetap di Israel – bdk Kej 23:12; Ul 5:14-15) juga berhenti bekerja dan mengkhususkan hari itu untuk beribadat pada Tuhan.

         Tujuan Sabbat adalah mengenang karya penciptaan dunia oleh Allah.

         Hari Sabat disebut juga hari yang dikuduskan. Artinya hari itu dikhususkan bagi Tuhan – tidak boleh dipakai untuk kepentingan keduniaan. Dengan begitu hendak dinyatakan bahwa bukan daya upaya manusialah yang menjadikan dan mempertahankan dunia, melainkan Allah.

         Kecuali itu, hari sabat juga sebagai kenangan akan keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Kejadian itu merupakan saat “penciptaan” bangsa Israel menjadi umat Allah. Umat Israel pun menyadari adanya bukan karena usaha dan upaya manusia melainkan karena Allah.

         Pelaksanaan ini tidak hanya dilakukan secara mingguan, melainkan juga bahwa setiap tujuh tahun sekali tanah harus beristirahat selama satu tahun penuh. Selama tahun sabat ini tanah tidak dibajak / ditanami.

         Hal ini dilakukan untuk menghormati Tuhan, pemilik tanah yang sesungguhnya (Kel 23:10-11; Im 25:1-7). Setiap tanaman yang tumbuh dengan sendirinya harus dibiarkan di ladang untuk kaum miskin dan binatang-binantang yang bekerja.

         Tahun ketujuh juga merupakan waktu di mana hutang dihapuskan (Ul 15:1-3)

         Alkitab juga berbicara tentang tahun Yobel. Setiap tahun sabat yang ketujuh (setiap empat puluh sembilan tahun), tanah yang dijual harus dikembalikan kepada pemilik asal, dan semua budak harus dikembalikan pada keluarga mereka (Im 25:8-34). Tahun ini dimulai pada “Hari Perdamaian” dengan meniup sangkakala.

         Pelaksanaan sabat adalah salah satu unsur paling penting dalam agama israel. Hal ini mengingatkan mereka kembali akan status khusus mereka sebagai umat pilihan Tuhan dan bahwa Tuhan adalah pencipta dunia.

         Pelaksanaan tiga sabat perhentian dan pembebasan ini menunjuk pada keinginan Tuhan untuk membebaskan semua ciptaan. Selain itu, dengan merayakannya, umat sadar akan kebutuhan mereka sendiri untuk senantiasa diciptakan kembali.



E. HARI-HARI RAYA YAHUDI

         Kalender Yahudi dibagi atas 12 bulan berdasarkan pengamatan bulan (Kamariah). Jumlah hari pada tahun kamariah kira-kira 11 hari lebih pendek dibandingkan tahun matahari. Karenanya orang Israel secara berkala menambahkan satu bulan tambahan pada kalender mereka untuk menjamin bahwa semua hari raya mereka jatuh pada waktu yang diharapkan sesuai dengan pola cuaca (musim) dan siklus pertanian (menanam & menuai).

         Waktu lebih sering diukur dengan musim daripada nama bulan.

         Tahun dibagi dalam :

      Musim kering (April-September)

      Musim Penghujan (Oktober – Maret)

         Namun di dalamnya terdapat beberapa rangkaian waktu yang dihubungkan dengan siklus pertanian :

      Musim Tanam Gandum (November – Desember)

      Musim  Panen (Maret - April : gandum ; Juni – Juli : Anggur ; Agustus- september : buah musim panas)

         Bulan-bulan sendiri mempunyai arti yang penting secara religius. Awal bulan (bulan baru) dianggap sebagai waktu suci sehingga perlu diadakan perayaan bulan baru (Bil 28:11-15).

         Setelah peristiwa Keluaran dari Mesir, semua perayaan Israel mendapat artinya yang baru.



        i.            PERAYAAN-PERAYAAN MUSIM GUGUR

         Hari Raya Serunai (Rosh Hashanah, hari pertama Tishri, bulan ketujuh) : merupakan perayaan tahun baru serta peringatan mengenang perjanjian yang dibuat Allah dengan Israel di Sinai. Hari raya ini menandai awal perayaan-perayaan tahunan lainnya (Im 23:23-25 ; Bil 29:2-6)

         Hari Raya Perdamaian (Yom Kippur, hari kesepuluh Tishri) merupakan hari dimana umat menyatakan tobat dan penyesalan atas dosa mereka melalui puasa. Pada perayaan ini, imam menyucikan tempat ibadat dengan mengorbankan seekor lembu jantan untuk dirinya sendiri serta seekor kambing jantan untuk dosa umat. Seekor kambing jantan kedua (disebut kambing hitam) dilepaskan dipadang belantara untuk menggambarkan dosa umat yang disingkirkan (Im 16:1-34; Ul 29:7-11)

         Hari Raya Pondok Daun (Sukkoth, hari kelima belas bulan Tishri). Perayaan yang berlangsung selama satu minggu untuk mengingat bagaimana umat mengembara selama 40 tahun di padang gurun sebelum memasuki tanah terjanji (Im 23:33-43) Merupakan perayaan terpopuler dan berlangsung selama 7 hari.

       Disebut pondok daun sebab selama perayaan itu, orang Israel tinggal di pondok-pondok gubuk yang terbuat dari dahan dan daun-daunan di kebun anggur.

       Perayaan ini awalnya sebagai perayaan mengakhiri musim pemetikan buah anggur – dan mendapat arti yang baru sebagai perayaan mengenangkan perjalanan di padang gurun dan perjanjian antara Allah dan Umat Israel.

       Perjanjian ini dibaharui setiap tahun.

         Hari Raya Pentahbisan (Hannukah, hari kedua puluh lima bulan Kislew). Perayaan selama 1 minggu untuk mengingat dedikasi ulang Bait Allah oleh Yudas Makabe tahun 164 SM. Cerita tentang Yudas dan saudaranya diceritakan dalam 1 makabe yang membeberkan tentang sejarah Yahudi tahun 175-134 SM (1Mak 4:36-59; Yoh 10:22)



ii. PERAYAAN-PERAYAAN MUSIM SEMI

         Hari Raya Paska & Roti Tak Beragi (hari kelima belas bulan Nissa). Merupakan hari raya mengenang Allah yang melindungi UmatNya keluar dari Mesir (Kel 12:23 – 25)

       Perayaan Roti Tak beragi langsung menyambung perayaan Paska . Dirayakan selama 7 hari. Pada mulanya sebagai perayaan membuka musim menuai – mendapat artinya yang baru sebagai perayaan mengenang keluaran dari Mesir dan perjalanan umat di padang gurun

         Hari Raya Pentakosta (Shavuoth, hari keenam Siwan) satu hari untuk merayakan panen gandum dan awal musim dimana saat itu hasil panen buah pertama dipersembahkan (bdk peristiwa pembabtisan Petrus di hari Pentakosta!) ini juga merupakan peringatan Tuhan membebaskan mereka dari Mesir serta menyediakan tanah sebagai JAMINAN hidup mereka (Im 23:15-21; Ul 16:9-12) serta  dan sebagai perayaan untuk mengenang dianugerahkannya Hukum Taurat di Gunung Sinai.

       Dirayakan lima puluh hari setelah paska. Hanya satu hari saja.

         Hari Raya Purim (hari ketiga belas bulan Adar). Satu hari untuk merayakan bagaimana Ratu Ester menolong menghentikan rencana Haman melawan orang Yahudi di jaman raja Ahasyweros dari Persia (Est 9:20-32)









iii. Perayaan Ziarah

         Tiga kali setahun, kamu Yahudi diharuskan untuk pergi ke Jerusalem untuk merayakan tiga perayaan berikut :

      Hari Raya Pondok daun

      Hari Raya Paskah dan Roti Tak Beragi

      Hari raya Pentakosta



F. KORBAN PERSEMBAHAN

         Mempersembahkan kurban pada dewa merupakan praktek umum di dunia kuno. Persembahan itu dibawa dengan aneka maksud tujuan: mengucap syukur, menyenangkan hati dewa, memohon sesuatu, dsb.

         Hukum yang diberikan Tuhan pada Musa menyebutkan aneka kurban. Ada banyak korban dalam ibadat Israel dan masing-masing punya aturannya sendiri. Bila raja atau orang kaya mempersembahkan korban, maka korban itu bisa berupa ratusan sapi dan domba/kambing. Tetapi orang yang tidak mampu pun dapat mempersembahkan korban. Cukup sepasang burung merpati, segenggam tepung gandum dan sedikit minyak zaitun.

         Ibadat Israel meliputi persembahan kurban, doa, dan pembacaan Alkitab. Teks doa dan nyanyian banyak kita temukan dalam kiab Mazmur. Shema Israel (Ul 6:4) selalu diucapkan dalam setiap ibadat bersama atau doa pribadi di pagi dan petang hari.

         Korban selalu merupakan sebuah upacara bersama, meski dipersembahkan oleh perorangan. Semua orang dapat menyaksikannya dan ikut serta di dalamnya. Dengan demikian setiap korban menjadi korban umat.

         Meski kurban adalah persembahan umat, namun hanya imam yang dapat mempersembahkannya. 

         Para imam yang jumlahnya sangat banyak, tinggal berbaur bersama rakyat di seluruh negeri. Mereka secara bergiliran menyelenggarakan ibadat korban di bait Allah.

         Setelah Bait Allah hancur tahun 70 M, para imampun kehilangan peranannya. Peran mereka diambil alih oleh ahli kitab. Setelah itu umat Israel mendirikan “rumah ibadat” atau sinagoga (baik di dalam maupun luar negeri) maka diselenggarakan ibadat (sabda) tanpa korban. Tempat ibadah itu juga sekaligus menjadi tempat mengajar agama, membicarakan masalah jemaat, dsb. Sedangkan “korban” beralih menjadi upacara perjamuan yang diadakan di dalam rumah dengan bapa keluarga sebagai pemimpinnya.



G. Sunat

      Sunat merupakan upacara memotong kulit kulup alat kelamin laki-laki, lazim dilakukan oleh banyak bangsa di timur tengah kuno.

      Mengapa dengan cara sunat? Alasannya tidak terlalu jelas. Mungkin anggapan bahwa darah yang tertumpah akan memberikan perlindungan (Bdk Kisah Zipora menyunatkan anaknya untuk melindungi Musa dari kematian (Kel 4:24-26)

      Bagi Israel sendiri, sunat merupakan perintah Allah sebagai tanda jasmani bahwa keturunan Abraham adalah umat pilihanNya (Kej 17:12-14) dan merupakan keharusan berdasarkan Taurat (Kej 34:21-23; Im 12:3). Sunat menjadi suatu upacara inisiasi Yahudi yang dilakukan sejak hari ke-8 kelahiran seseorang (Luk 1:59; 2:21)

         Lelaki bukan Yahudi yang ingin menjadi bagian dari bangsa Israel juga harus disunat (Kej 34:21-24)

         Nabi Yeremia mengingatkan bahwa praktek lahiriah ini bukan menjadi tanda sejati karena bangsa-bangsa kafir pun melakukannya. Yang paling penting adalah praketk penyembahan Allah dengan hati (Yer 9: 25-26)* - (bdk Yer 31:31-34)

H. KEMATIAN DAN HIDUP SETELAH MATI

         Ajaran eskatologi PL (kematian, penghakiman, surga, neraka) tidaklah memberikan suatu gambaran keseluruhan yang lengkap. PL mempunyai pandangan yang bergerak maju mengenai kehidupan setelah mati.

         Pada masa sebelum pembuangan gagasan hidup kekal belum ada. Bangsa Israel mendasarkan harapan akan kehidupan setelah kematian pada hidup dalam kehidupan anak keturunan mereka dan nama yang harum. Karenanya suatu tragedi jika seseorang pria meninggal tanpa anak laki-laki yang akan melanjutkan garis keluarganya.

         Teks-teks PL yang ditulis kemudian hari (sekitar abad ke-2 SM) baru menunjukkan pengharapan adanya kehidupan setelah kematian. Ini adalah pengaruh budaya Yunani dan Persia.

i. KEMATIAN

         Dalam PL kematian adalah hal biasa, apalagi bagi mereka yang lanjut usia dan memiliki banyak anak. Bagi mereka yang lebih menarik adalah penyebab kematian, yaitu sebagai hukuman Allah atas ketidaktaatan manusia / dosa (Kej 2-3). Dalam alam kematian, ia tidak dapat lagi memuji Allah. Memuji Allah berarti hidup – tidak dapat memuji Allah berarti (bagaikan) kematian (bdk orang kusta, najis, dsb)

         Secara sosiologis, kematian bukanlah sekedar persoalan pribadi atau keluarga yang kehilangan anggotanya, melainkan melibatkan komunitas yang lebih luas. Misal: teman-teman dan tetangga Ayub turut menangis selama sepekan (ay 2:12-13). Kadang penyanyi bayaran disewa untuk menyanyikan lagu-lagu duka (2Taw 35:25)

         Upacara perkabungan bisa berlangsung selama seminggu (Kej 50:10) atau tiga minggu (Dan 10:2). Dan selama setahun penuh setelah kematian orang tua, anak-anak menghindari perayaan-perayaan pesta (bdk 1 Tes 4:13 Paulus melarang berkabung berlebihan)

         Penguburan harus dilakukan dengan segera (Ul 21:22,23). Jenasah diangkut dengan tandu. Jika penguburan tidak dapat dilakuakn tepat pada waktunya dianggap memalukan (1Raj 13:22; Yer 16:6).

         Bila mungkin dilakukan di kuburan keluarga (Mis. Sara, Abraham, Ishak, Rebekha, Lea dan Yakub di kubur di satu gua Makhplea sebelah timur Hebron).

         Kuburan ditempatkan di luar kota. Biasanya dipisahkan pula kuburan keluarga, kuburan orang terpandang dan kuburan rakyat biasa (2 Raj 23:6; Yer 26:23)

         Dalam keadaan tertentu (darurat) jenasah boleh dibakar (meski bukan adat Yahudi) sehingga tulang-tulangnya bisa dikumpulkan dalam kuburan keluarga: misal Saul (1Sam 31:12, 13 bdk Am 6:10)

         Perkabungan meliputi ; penggundulan kepala dan mencukur janggut, melukai badan, mengoyakkan pakaian dan mengenakan karung, menebarkan debu di atas kepala dan berbaring dalam abu, menangis dan mengeluh. Kematian tokoh terkenal sering menimbulkan ratapan puitis. Misal Daud meratapi kematian Saul & Yonatan (2Sam 1:17-25).

         Dalam PB telah terjadi pergeseran dalam upacara penguburan. Urutan upacara pemakaman adalah sebagai berikut : Jenasah dimandikan (Kis 9:37), kemudian diurapi (Mrk 16:1), lalu dikenakan kain lenan berisi wangi-wangian (Yoh 19:40) dan akhirnya kaki dan tangan diikat dan wajah ditutup dengan kain (Yoh 9:44).

         Perkabungan masih relatif sama: Menangis, meratap dan memukul-mukul dada. Dalam PB ditambah dengan adanya peniup seruling (Mat 9:23). Yesus juga menangisi Lasarus yang meninggal (Yoh 11:35).

         Penguburan dilaksanakan selekas mungkin – tanpa peti jenasah dibawa ke kubur dengan tandu (Luk 7:12, 14).

         Ada beberapa jenis kuburan : kuburan umum (Mat 27:7), Kuburan biasa dalam tanah, kubur tanpa tanda (Luk 11:44), Kuburan keluarga seperti yang disiapkan sebelum anggota keluarga meninggal. Misal Kubur dari Yusuf Arimatea untuk Yesus – (Mat 27:60). Kuburan jenis ini terdapat beberapa ruang dalam satu gua (kokhim). Di sini tubuh ditaruh di tempat penyimpanan seperti peti batu atau sarkopagus.

         Kuburan biasanya dicat putih untuk menghindarkan orang dari kenajisan (Mat 23:27)

         Adat lain adalah dengan menaruh tulang belulang dalam peti batu (Osuari).  Ini mungkin pengaruh Roma yang menaruh abu jenasah setelah dikremasi dalam peti / guci. Jika kuburan keluarga telah penuh maka tulang-tulang dikumpulkan dan ditaruh dalam satu peti kecil. Hal ini menjadi kewajiban anak kepada orang tua dan sanak keluarga yang telah meninggal



ii. KEADAAN SETELAH MATI

         Pada saat kematian tubuh membusuk dan menjadi debu (Pkh 9:10; Yes 38:10) dan jiwa pergi ke suatu tempat yang disebut “dunia bawah” atau dunia orang mati (syeol / hadesh : diterjemahkan sebagai neraka, kubur, lobang yang dalam). Di tempat ini jiwa tidak lagi memiliki pikiran dan perasaan dan bahkan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kosong dan hampa (bdk Mzm……). Di tempat ini orang tidak lagi bisa memuji Allah – terpisah dari Allah. Keadaannya seperti tidur atau istirahat.

         Meski demikian, Alkitab melaporkan adanya tokoh yang diangkat berada bersama Allah tanpa meninggal, yaitu Henokh dan Elia (Kej 5:21-24; 2Raj 2;1-14).

         Perkembangan gagasan mengenai kebangkitan orang mati baru nampak dalam kitab Daniel 12: 1-3 yaitu bahwa orang baik dan jahat akan bersama-sama dibangkitkan untuk masuk dalam kehidupan baru. Orang baik akan mengalami hidup kekal – sedangkan orang jahat akan malu selamanya – dan dalam beberapa mazmur juga dikatakan bahwa Tuhan tidak akan mengirim orang beriman ke dunia orang mati, tetapi akan menyelamatkan mereka dari kematian (Mzm 16:10-11; 49:13-15; Yes 26:19)

         Teks Daniel ini ditulis pada jaman penganiayaan Antiokhus IV Epifanes (175 – 164 SM). Inilah teks pertama yang mengungkapkan tentang kehidupan kekal.

         Pandangan bahwa tubuh dan jiwa orang beriman akan dibangkitkan merupakan hasil / pengaruh dari pembuangan Babel di Persia. Juga setelah pembuangan Babel, pengaruh pandangan Yunani akan jiwa dan tubuh turut mempengaruhi teologi Israel akan kekekalan jiwa dan kefanaan tubuh.

         Dua teks lain menyatakan kepercayaan akan kehidupan yang akan datang ketika orang-orang benar menemukan kebahagiaan bersama Allah. 2 Makabe yang ditulis dalam bahasa Yunani sekitar tahun 150 SM menyatakan hal ini melalui suatu kisah kemartiran tujuh anak muda dan ibu mereka, kebangkitan orang benar pada hari terakhir (2Mak 7:9,11, 14, 23; 14:46)

         Mereka dihukum dalam penghakiman Antiokhus IV Epifanes. Dalam teks ini jelas bahwa mereka mengharapkan kebangkitan badan oleh Allah. Dan selanjutnya dinyatakan juga dalam 2 Makabe ini bahwa orang-orang kudus di surga menjadi pengantara orang-orang yang masih hidup di dunia, dan bahwa orang-orang yang masih hidup mempunyai daya kuasa untuk mempersembahkan doa-doa dan kurban-kurban demi orang-orang yang telah meninggal.

         Dalam PB, Paulus kepada jemaat di Korintus menegaskan bahwa tubuh fisik para pengikut Yesus akan mati – namun ketika Allah membangkitkan mereka memasuki kehidupan baru, tubuh mereka akan diubah menjadi tubuh rohani (1Kor 15:35-54).

         Pandangan ini perlu dikemukakan di sini untuk menunjukkan perkembangan gagasan teologi kehidupan kekal dari PL hingga PB. Bahwa pandangan PL tidaklah sudah paripurna dan lengkap (final) dari kepercayaan akan eksistensi jiwa setelah mati secara samar-samar di dunia bawah – kepada pernyataan tentang kebangkitan orang mati.

         Dan Akhirnya dalam PB lah gagasan ini mencapai kepenuhannya. Sebagaimana Yesus berkata bahwa “Akulah kebangkitan dan kehidupan” (Yoh 11:25-26). Sisa ketidak percayaan akan hidup kekal dalam masyarakat Yahudi masih tampak dalam kelompok saduki (bdk Luk 14:15-24; 20:27; Mrk 12:18-27)



         Menjelang Perjanjian Baru, ada beberapa pandangan berkenaan dengan kehidupan kekal dalam masyarakat Yahudi :

       Orang saduki           : dengan kematian, pribadi orang lenyap sama sekali

       Orang Farisi                         : percaya adanya kebangkitan badan pada hari akhir

       Orang Esseni & Komunitas Qumran     : percaya akan kebakaan jiwa – bahwa jiwa tidak dapat mati. Tidak ada kebangkitan badan melainkan setelah kematian, cara berada manusia adalah seperti cara berada malaikat di surga.















I. TIGA TOKOH

         Dalam PL ada ratusan tokoh. Diantara mereka yang terpenting dalam seluruh sejarah umat Israel di segala bidang kehidupan adalah : Musa, Daud dan Mesias.

       i.            MUSA

      Tak ada satu tooh pun dalam Pl yang dikisahkan sedetail Musa. Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan, semua bercerita tentang Musa.

      Musa adalah keturunan Lewi yang berada di Mesir. Saat kelahirannya adalah masa penindasan bangsa Ibrani di sana. Karena jumlah mereka menjadi banyak maka dikhawatirkan mereka akan mendominasi Mesir.

         Karenanya dikeluarkan kebijakan oleh Firaun untuk melakukan pembatasan kelahiran secara kejam. Semua anak laki-laki Ibrani yang baru lahir harus dibunuh. Karena kecerdikan ibu dan kakak perempuannya, Musa berhasil selamat dan bahkan diasuh menjadi anak angkat raja.

         Di usia yang ke 40 tahun, Musa mulai mengerti jati dirinya sebagai bangsa Ibrani yang tertindas. Demi membela seorang Ibrani, ia terpaksa membunuh seorang pejabat Mesir. Musa terpaksa melarikan diri keluar negeri. Di padang pasir, dalam pelariannya, Tuhan menampakkan diri pada Musa.

         Ia mendapat tugas untuk membebaskan kaumnya keluar dari Mesir. Dengan tindakan hebat dan ajaib Musa memaksa Firaun melepaskan bangsa Israel keluar dari Mesir.

         Selama 40 tahun Musa membimbing bangsa Israel di padang gurun dengan segala kesulitan, hambatan dan ketegaran hati bangsanya sendiri. Musa menjadi pemimpin dalam segala hal : sipil & militer, pembuat hukum, pencipta agama dan pengatur ibadat.

          Dan terutama, Musa menjadi perantara Allah – Umat Israel. Ia menjadi perantara perjanjian di Gunung Sinai. Musa menghantar Israel hingga ke perbatasan negeri Kanaan – dan ia sendiri tidak masuk ke dalamnya.

         Semua kisah tentang Musa bermaksud menekankan bahwa Musa adalah pemberi arah dan dasar kepada Umat Israel. Ia-lah penabur biji bangsa Israel.

         Segala hal (ibadat, undang-undang, dsb) semua dikembalikan kepada Musa seolah-olah beliaulah yang mengumumkannya. Dan Allah yang diperkenalkan Musa kepada mereka adalah Allah Perjanjian yang harus mereka taati dan mereka sembah.

         Bagi bangsa Israel Musa adalah pelandas dan pendiri umat dan agama Israel.



ii. DAUD

         Tokoh kedua yang menjulang dalam sejarah dan kesadaran bangsa Isreal adalah Daud. Seluruh kitab Samuel dan 1 Tawarikh pada dasarnya berbicara tentang dia.

         Daud menjadi raja Israel menggantikan raja pertama: Saul. Mulanya ia adalah pegawai istana Saul. Dan dengan kecakapan serta kelihaiannya, ia menjadi populer di kalangan rakyat. Daud menikah dengan puteri Saul. Namun karena kepopoulerannya, Raja Saul menjadi khawatir dan iri terhadapnya. Daud tetap setia meski senantiasa dipojokkan. Hingga suatu saat Daud melarikan diri dan mengepalai segerombolan orang di padang gurun.

         Meski demikian, Daud selalu menghindari bentrokan dengan Saul. Ia sangat bijak sehingga merebut hati rakyat Yehuda.

         Setelah Saul meninggal (bunuh diri), rakyat bagian selatan (Yehuda) memilih Daud menjadi raja mereka, sementara di bagian selatan memilih…… seorang putera Saul. Namun seorang pejabat tinggi ….. Memihak Daud. …… pun terbunuh secara kotor. Akhir rakyat Utara pun memilih Daud menjadi raja.

         Daud mempersatukan kedua bagian Israel – dan memindahkan tabut perjanjian ke Yerusalem. Yerusalem menjadi pusat pemerintahan dan sekaligus pusat keagamaan Yahudi.

         Daud memerintah secara adil dan bijak hingga negaranya cukup kokoh. Negara-negara tetangga juga ditaklukkannya. Ia berhasil membuat Israel makmur dan kuat.

         Menjelang akhir hidupnya, Daud mulai kerepotan mengurusi anak-anaknya yang berebut kekuasaan. Anak sulungnya, Absalom malah memberontak didukung oleh suku-suku utara. Daud melarikan diri dari Yerusalem. Namun berkat bantuan …… yang menjadi panglimanya, pemberontakan itu berhasil dipatahkan. Daud akhirnya mengangkat Salomo, anaknya dari Batsyeba menjadi penggantinya.

         Bagi bangsa Israel, Daud adalah raja ideal yang terus hidup dihati rakyatnya.

         Daud adalah perencana – Salomo hanyalah penerus dan pelaksana apa yang direncanakan Daud (Bait Allah). Dalam hal tata ibadat, Daud juga dikaitkan dengan perencana dan pengatur ibadat dalam Bait Allah itu.

         Perjanjian Allah dengan Abraham dan Musa, oleh Daud dijadikan kenyataan. Karenanya bagi bangsa Israel, keturunan Daud-lah yang akan memerintah selama-lamanya. Perjanjian Daud dengan Allah seolah-olah menjadi tulang punggung harapan Perjanjian Allah dan Umat Israel.

         Daud juga menjadi ukuran kriteria bagi semua raja penggantinya.







iii. Mesias

         Salah satu yang sangat menonjol dalam agama PL  adalah Pengharapannya. Sepanjang sejarah berkali-kali Israel terpuruk dan terancam binasa – namun setiap kali ia bangkit kembali. Betapa gelap dan muramnya tragedi yang menimpa – Israel tak pernah putus asa. Selalu ada sejumlah orang yang mengobarkan kembali pelita yang nyaris padam.

         Pengharapan itu muncul karena keyakinan akan janji Allah kepada mereka. Mereka mungkin tidak setia – namun Allah tetap setia. Kejahatan manusia tidak mengalahkan kehendak Tuhan. Kehilangan kepercayaan dan penharapan menjadi bencana terbesar dalam hidup manusia.

         Dalam keadaan nyaris putus asa dalam pembuangan Babel, para nabi menyerukan suatu masa depan yang bahagia. Pada masa itu segala kemalangan akan hilang diganti dengan keselamatan.

         Israel yang tidak setia akan diganti dengan Israel yang setia. Bagaikan pasangan suami-isteri yang setia, Israel baru dan YHWH akan hidup bersama di dalam Yerusalem yang dibaharui.

         Zaman baru itu dicirikhaskan dengan adanya ciptaan baru, keluaran (pembebasan) baru, perjanjian baru, pemulihan Kerajaan Daud, pembangunan kembali Bait Allah dan Yerusalem, pemulihan ibadat yang benar serta penyempurnaan Taurat

         Kepercayaan akan harapan ini sedemikian kuat dan dikaitkan dengan tokoh tertentu yang akan datang sebagai pembaharu itu. Melalui tokoh itu, Allah akan melaksanakan semua kehendakNya. Tokoh itu digelari Mesias.

         Mesias berarti orang yang diurapi. Urapan bagi bangsa Israel menjadi tanda bahwa seseorang dipilih dan dikuduskan Tuhan. Artinya, ia menjadi milik Tuhan. Nabi, Imam besar dan raja adalah orang Israel yang diurapi. Dalam bahasa Yunani, Mesias diterjemahkan dengan kata Kristos.

         Mesias ini akan mengembalikan kejayaan kerajaan Daud, bapa Leluhurnya. Bangsa Israel sangat kecewa dengan pengganti-pengganti daud yang membawa Israel dalam keterpurukan. Mesias ini adalah raja keturunan Daud yang terakhir. Ia akan berdiam di Yerusalem dan dari situ ia akan memerintah segala bangsa dengan keadilan.

         Banyak nabi bernubuat akan kedatangan Mesias ini sebagai bentuk ungkapan harapan Israel.

          Mesias yang akan datang ini digambarkan juga seperti nabi Musa, yaitu setia pada tugas panggilannya meski mengalami aneka penderitaan dan penolakan dari bangsanya sendiri. Ia menderita sengsara dan akhirnya dibunuh. Kematiannya ini guna menghapus dosa umat. Dan nabi itu akhirnya dimuliakan oleh Allah sendiri. Inilah nubuatan yang diwartakan oleh penulis kedua kitab Yesaya.

         Sepanjang sejarah Israel banyak yang telah mengaku sebagai Mesias. Setelah kematian Herodes Agung (4 SM) sekurangnya ada tiga orang yang mengaku Mesias: Yudas dari Galilea, Simon, dan Athronges.