Kamis, 08 September 2011

Spiritualitas Rosario


SPIRITUALITAS ROSARIO DALAM DUNIA MODERN : BERSAMA MARIA MERENUNGKAN WAJAH KRISTUS

1. ROSARIO, DOA MEDITASI BIBLIS
Sejak semula, Rosario merupakan salah satu doa meditative yang sangat teruji. Sekurangnya dua indera manusia turut terlibat di dalamnya : perasa (sentuhan manic-manik) dan pendengaran/suara, serta disertai konsentrasi pemusatan pikiran dan batin menjadi satu. Meskipun demikian, banyak orang mengalami kesulitan untuk diam dan bermeditasi. Kerap dialami bahwa saat mendoakan Rosario, pikiran malah melayang-layang. Dan karena bantuan manik-manik, doa tetap bisa berlanjut.
Apakah hal ini salah? Tidak selalu demikian. Bisa jadi saat mendoakannya, seseorang sedang dililit masalah dan memohon pertolongan Maria sebagai Auxilium Christianorum. Kita sedang mengadu kepada Ibu kita. Dan tanpa disadari pikiran kita justru terfokus pada masalah-masalah itu – sementara tangan dan bibir mendoakan butir-butir Rosario. Hal ini tidak sepenuhnya keliru sejauh dengan sadar justru kita berupaya menyatukan masalah dan permohonan kita kepada Sang Bunda. Menjadi keliru jika pikiran yang melantur itu ke hal-hal lain yang sama sekali tidak berhubungan. Dan di saat hal ini disadari, kita musti kembali berkonsentrasi, mengarahkan hati kepada doa itu sendiri.
Bagaimana sebaiknya sikap hati dan pikiran kita saat berdoa Rosario? Tentunya berdoa Rosario tidak hanya jika sedang dalam masalah atau memohon sesuatu. Kita berdoa Rosario juga dalam segala situasi. Dalam bersyukur, gembira, sedih, dll atau bahkan dalam situasi yang sangat biasa. Dengan Rosario, kita bisa mendekatkan diri pada Tuhan, memupuk kesalehan. Dengan Rosario, kita sangat dibantu bermeditasi dengan cara merenungkan peristiwa-peristiwa biblis yang menjadi unsur pokok doa Rosario. Saat mengulang-ulang doa formal tersebut, budi dan batin kita terarah, terpusat, terfokus pada peristiwa tertentu dari hidup Yesus dan Maria. Kita berusaha menempatkan diri dalam peristiwa itu, membayangkan kita turut hadir di sana, merasakan kehadiran Tuhan dalam peristiwa itu.
Untuk meningkatkan refleksi, baik juga digunakan buku ulasan singkat tentang peristiwa yang kita renungkan. Dengan demikian, melalui doa Rosario ini, kita – orang katolik – menjadi semakin tenggelam dalam Alkitab sehingga peristiwa-peristiwa Rosario membangkitkan asosiasi biblis yang tak terbilang, baik dari Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama. Sebagaimana kita tahu bahwa Perjanjian Lama pun menyiapkan, menghantar, menjadi gambaran (tipologi) Perjanjian Baru.
Contoh, saat kita renungkan peristiwa mulia ketiga : Roh Kudus Turun atas Para Rasul. Pertama-tama kita akan mengenang (hadir!) dalam peristiwa Pentakosta pertama. Kita menghadirkan diri turut menjadi saksi dan mengambil bagian dalam kisah tersebut. Dan tidak hanya itu, kita bisa pula merenungkan kisah pentakosta jaman Israel kuno, yaitu saat pemberian Hukum tuhan kepada Musa. Kita bisa merenungkan saat-saat Roh Kudus turun atas para tua-tua di padang gurun (Bil 11:24-29). Ketika kita mengingat lidah-lidah api Pentakosta para rasul, kita bisa menarik mundur dalam kisah Elia yang memanggil api dari langit untuk membakar habis kurbannya (1 Raj 18:24-38). Saat para rausl berbicara dalam bahasa-bahasa lain, kita ingat kisah menara babel, saat Tuhan mengacaukan bahasa-bahasa manusia (kej 11). Tidakkah hal tersebut menjadi gambaran terbalik saat pentakosta?
Bagaimana hal tersebut bisa dilakukan? Untuk mendoakan Rosario secara Alkitabiah semacam itu, tentunya tidak berhenti pada berdoa Rosario belaka. Kita musti bergaul akrab dengan Alkitab secara pribadi, mendengar alkitab dalam konteks liturgy gereja, membaca renungan-renungan dan komentar-komentar alkitab yang benar dan bermutu (misalkan renungan / komentar alkitab dari Para Bapa Gereja dan Para Kudus – buku-buku semacam ini sekarang tidak terlalu sukar diperoleh) dan yang terpenting pula adalah kita musti berdoa dengan menggunakan Alkitab dalam bimbingan Roh Kudus!
Jika ini menjadi irama hidup kita, niscaya setiap Rosario yang kita doakan akan menjadi Rosario Alkitabiah, mengalir dari hati kita kepada hati Maria dan kepada hati Kristus. Bacalah Alkitab; kemudian berdoalah Rosario; dan mari kita temukan tempat kita dalam sejarah keselamatan Umat Allah yang tengah berlangsung: membentang sejak Adam sampai Israel, berpusat pada Kristus dan diteruskan oleh Gereja-Nya dan kita sebagai anggota Gereja termasuk menjadi pelaku-pelaku utama di dalamnya, di saat ini.

2. ROSARIO, DOA FORMAL YANG BERTELE-TELE?

Ada anggapan bahwa doa yang baik adalah doa yang keluar dari hati. Ini benar. Namun anggapan doa yang keluar dari hati HANYALAH / HARUSLAH doa yang spontan, kreatif, situasional, dan emosional tidaklah benar. Kerap doa-doa orang katolik : Rosario, Novena, Jalan Salib, doa-doa liturgi, dsb oleh sebagian orang dituduh tidak keluar dari hati (karena formal) dan cenderung mengulang-ulang (bertele-tele). Dan doa semacam ini dikecam oleh Yesus. “lagi pula dalam doamu itu janganlah bertele-tele (battalogeo) seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah” (Mat 6:7).
Benarkan demikian? Mari kita melihat persoalan teks Mat 6:7 ini secara lebih teliti. Dalam hal ini kita belajar dari Rm. Pidyarto O’Carm dalam buku “Mempertanggungjawabkan Iman Katolik 4”. Ada dua point yang disampaikan Rm. Pidyarto dalam menanggapi teks yang disalahartikan tersebut :
i. Problem Penerjemahan : Bertele-tele?
• Kata asli : battalogeo (yun) = mengucapkan banyak kata secara cepat, tanpa pikir, beruntun dan tidak jelas (= berceloteh, ‘dremimil’ = oleh LAI diterjemahkan bertele-tele)
• Apa itu bertele-tele? Beberapa orang secara serampangan (ngawur) menafsirkan “bertele-tele” sebagai “mengulang-ulang doa yang sama”. Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengertian asli battalegeo : berceloteh / dremimil.
• Mari kita lihat beberapa versi terjemahan bahasa Inggris: King James “vain repetitions” (pengulangan yang sia-sia); Living Bible “don’t recite same prayer over and over.. “(jangan mengucapkan doa yang sama berulang kali); today’s English version “do not use a lot of meaningless words”; Revised standard version “do not had up empty phrases” (jangan menumpuk kalimat-kalimat kosong); New Intrenational Version “do not keep on babbling ..” berceloteh (=Phillips modern English, Jerusalem Bible dan new English Bible)
• Terjemahan bahasa lain : Die Bibel (german) = plappern = to babble, to rattle off = berceloteh
• Jadi yang dimaksud (bertele-tele) bukan mengulang-ulang doa yang sama melainkan semacam berceloteh dan memberondong Allah dengan kata-kata yang tidak jelas dan tidak karuan. Inilah yang dimaksud Yesus dengan cara orang kafir berdoa. Bukan berarti mengulang-ulang doa. Mengapa arti ini lebih tepat? Kita musti melihat pula konteks dari teks tersebut secara keseluruhan beserta latar belakang konteks situasi setempat.

ii. Menafsir tanpa memperhatikan konteks
• Konteks dekat: Yesus sendiri menerangkan arti battalogeo dengan kata-kata yang langsung setelahnya : “mereka menyangka bahwa karena BANYAKNYA KATA-KATA doanya dikabulkan”. (ay 7b) jadi jelas apa yang dimaksud oleh Yesus dengan battalogeo. Memberondong Allah dengan banyaknya kata-kata yang tak jelas!
• Konteks jauh : Yesus membandingkan doa semacam itu seperti orang kafir berdoa. Bagi orang kafir, dewa-dewa bisa diperintah dengan diberondong kata-kata dan matera-mantera. Apalagi jika nama dewa tersebut diketahui, berarti pula bisa “menguasai” dewa tersebut. Dalam konteks ini juga Allah Israel tidak mau menyebutkan namaNya kepada Yakub (Kej 32:28.30), juga kepada Musa.
• Jadi yang dimaksudkan dengan battalogeo bukan doa yang tertata dan didoakan secara berulang-ulang (liturgis) seperti rosario, novena, litani.
• Dalam KS banyak contoh doa yang serupa dengan litani : refrein mazmur (bdk Mzm 136 “bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” ; Mzm 8:2.10 refrein awal dan akhir :”Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi” (berdoa dengan refrain yang diulang-ulang merupakan kebiasaan Yahudi yang tentu diikuti Yesus); Why 4:8 penghuni surga tak henti (mengulang-ulang) seruan : kudus-kudus….. Bdk Why 4:9.11 “setiap kali” = ulang ; Pengemis buta di yerikho : “Yesus anak daud kasihanilah aku” (Mrk 10:47-48) – terus menerus menyerukan kata itu (nampak dari kata kerja yang digunakan) dan ia ditegur tapi terus bicara. Dan akhirnya toh DIDENGAR YESUS
Bahkan Yesus sendiri dikisahkan juga mengulang beberapa doa : Mat 26:44 Yesus sendiri pakai doa formal dari Israel kuno (Mrk 12:29; 15:34; Yoh 7:10-14).



3. ROSARIO, SEBUAH DOA DALAM KELUARGA SEBAGAI HABITUS BARU.

Mengenang Paus Pius V, Paus Yohanes Paulus II, dalam sebuah amanat Angelus pada bulan Oktober 1983 mengatakan, “Rosario juga mengambil perspektif baru dan dibebani dengan intensi-intensi yang terlebih dahsyat dan terlebih banyak dari masa lalu. Sekarang bukan masalah memohon kemenangan besar, seperti di Lepanto dan di Vienna, melainkan memohon Maria untuk menyediakan bagi kita pejuang-pejuang yang gagah berani melawan roh kejahatan dan kesesatan, dengan senjata-senjata Injil, yakni Salib dan Sabda Allah.
Doa Rosario adalah doa manusia untuk manusia. Rosario adalah doa solidaritas kemanusian, doa bersama orang-orang yang ditebus, dengan merefleksikan roh dan intensi dari dia yang pertama-tama ditebus, yakni Maria, Bunda dan Citra Gereja. Rosario adalah doa bagi segenap manusia di dunia dan dari sepanjang sejarah, yang hidup dan yang mati, yang dipanggil untuk menjadi Tubuh Kristus bersama kita dan bersama-sama kita menjadi ahli waris bersama dengan Dia dalam kemuliaan Bapa.”
• Dalam Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae, Paus Yohanes Paulus II menegaskan: “Alasan paling kuat untuk mendesakkan pelaksanaan doa Rosario adalah karena doa Rosario merupakan sarana yang paling efektif untuk mengembangkan di kalangan kaum beriman komitmen untuk berkontemplasi pada misteri Kristiani; ini sudah saya usulkan dalam Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte sebagai `latihan kekudusan’ yang sejati. `Kita memerlukan kehidupan Kristiani yang menonjol dalam seni berdoa.’” (No 5).
• Sebab itu, Rosario merupakan bagian dari sejarah rohani Gereja yang patut dijunjung tinggi. Rosario memampukan umat beriman untuk berpartisipasi dalam sejarah keselamatan yang hidup, mempersatukan kita secara lebih akrab dengan Juruselamat dan BundaNya yang Tesuci, dan dengan segenap Gereja. Rosario perlu menjadi bagian dari sejarah tiap-tiap individu dan tiap-tiap keluarga, sebab melalui doa Rosario ikatan kasih diperteguh.

O Maria sine labe originali concepta, intercede pro nobis. Qui ad te confugimus
FX. Sutjiharto
dari berbagai sumber

Tidak ada komentar: