Selasa, 06 Desember 2011

SPIRITUALITAS PEWARTA APAKAH ITU?

1. Spiritualitas, apakah itu?

satu status FB : “Tempat ibadah semakin banyak. Orang yang beribadah dengan khusuk (kelihatannya) juga semakin banyak. Namun, mengapa korupsi juga semakin banyak,ya? Tidakkah harusnya berbanding terbalik, Ya?”

“Koruptor; Beragama tapi Krisis Spiritualitas”

Spritualitas dari akar kata spiritual / spirit yang berarti roh.  Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas, sesuatu zat yang murni dan suci, yang membuat sesuatu itu hidup. Kata yang sama dalam bahasa Ibrani adalah ruah dan nefes.  Adanya kehidupan dalam diri manusia sering dipertalikan dengan adanya nafas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernapas dan bergerak. Manusia dianggap mati saat ia menghembuskan nafas terakhir dan tak pernah menghirup udara lagi.

Roh ini secara khusus diberikan oleh Allah kepada manusia pada saat penciptaan manusia. Allah meniupkan nafas hidupNya dalam diri manusia sehingga manusia hidup. Jadi semua manusia mempunyai asal / sumber roh yang sama, yaitu Allah Pencipta  Yang Mahakuasa – dan karenanya manusia senantiasa rindu untuk kembali bersatu pada Allah! Karena Roh itu pula-lah manusia menjadi se-citra dengan Allah. Di sinilah sumber timbulnya hak asasi manusia. Karena dalam diri manusia terdapat Roh Allah maka semua manusia mempunyai harkat martabat yang sama.

Hidup manusia dianggap sebagai suatu yang suci karena adanya hidup ini dari Nafas Allah tersebut. Adanya Roh di dalam diri manusia membuat manusia bukan sekedar mahluk jasmaniah yang bergerak atas dasar insting dan nalurinya belaka. Manusia juga merupakan mahluk Rohani/spiritual. Hanya manusia yang mampu memahami hakekat kehidupan yang dijalaninya, memberi arti pada apa yang terjadi, dan menyadari kemana semuanya akan pergi. Yaitu kembali kepada Sang Pemilik Roh.

Namun hakekat manusia sebagai mahluk spiritual ini tidak lah disadari manusia secara otomatis. Manusia harus kembali ke dalam dasar dirinya yang terdalam untuk menemukan siapa dirinya yang sebenarnya. Apa beda dirinya dengan mahluk-mahluk lainnya. Dan itu tidak mudah, tidak instant. Kenikmatan daging dan dorongan yang jahat dari dalam diri manusia juga hadir sejak manusia dilahirkan. Menemukan diri bukanlah sesuatu yang mudah. Menemukan diri merupakan suatu keberanian untuk masuk ke dalam diri sendiri, mendengarkan suara hati dan mengabaikan kegaduhan serta kegelimangan mewahnya dunia. Untuk menjadi cerdas secara spiritual perlu latihan terus menerus dan melalui proses/ jatuh bangun yang berlangsung seumur hidup. Menjadi cerdas spiritual berarti mampu melalui batasan atau sekat-sekat tersebut dan menemukan siapa diri kita yang sebenarnya serta tujuan kehidupan kita. Menjadi cerdas spiritual berarti kita lebih memahami diri kita sebagai makhluk spiritual yang murni, penuh kasih, suci, dan memiliki semua sifat-sifat ilahi. Termasuk memiliki kemampuan sebagai pencipta realitas kehidupan yang berkualitas dan berkelimpahan (menjadi co-creator).

Dalam pergulatan menemukan jati dirinya, masuk ke dalam hakekat dirinya, manusia juga bertemu Allah. Pergulatan-pergulatan mencari makna itu tidak hanya terjadi dalam bilik-bilik meditasi yang tenang, namun juga dalam seluruh kesibukan aktifitas manusia yang hiruk-pikuk, penuh persaingan, penuh intrik, kadang kecewa, kadang sedih, kadang senang, menang, dan segala warna-warni kehidupannya. Di dalamnya manusia harus berani untuk selalu menyadari bahwa dalam dirinya ada roh Allah. Ada Allah di dalam dirinya. Pengalaman seluruh kehidupan manusia, dengan segala suka dukanya, adalah pengalaman bersama Allah. Inilah spiritualitas!

Spiritualitas adalah pengalaman (pergulatan) kita dengan diri sendiri dan dengan Allah - yang pada akhirnya membentuk bagaimana cara kita dalam memandang dunia, berinteraksi dengan dunia serta memberi arti pada kehidupan kita.

Spiritualitas bukan sekedar perkara pengetahuan, melainkan masalah “pengenalan” akan diri sendiri dan akan Allah. Dan pengenalan itu hanya diperoleh dari interaksi yang intens – terus menerus – tak putus dalam segala situasi dengan diri sendiri dan dengan Allah.

Kita bisa belajar dari pergulatan orang lain dengan Allah – baik yang terdapat dalam Kitab Suci maupun dalam buku-buku rohani (Para Kudus) – untuk menimba pengalaman spiritual mereka. Bagi kita, yang utama adalah menjadikan pengalaman mereka sebagai model / teladan bagi penghayatan iman kita sendiri. Menjadikan milik mereka sebagai milik kita sendiri….. Melalui keteladan mereka kita menyiapkan, memberikan diri dan hati kita untuk dibentuk Allah sesuai keinginan dan rencanaNya…..

2. Spiritualitas Pewarta ?

Berpegang pada arti spiritualitas di atas, maka kita pun bisa mengatakan bahwa Spiritualitas pewarta merupakan pengalaman pergulatan diri seorang pewarta bersama Allah yang dihidupi sebagai pengalaman iman dan dengan kerendahan hati diwartakan kepada dunia. Spiritualitas pewarta bersumber pada pengalaman akan Allah yang dihidupi terus menurus dari hari ke hari.

Di dalam Kitab Suci ada banyak contoh kisah dan kejadian yang menjadi inspirasi tentang pengalaman iman itu. Bahkan bisa dibilang, seluruh isi Alkitab merupakan suatu sharing pangalaman iman para penulisnya dalam terang Roh Kudus. Di dalam pengalaman iman itu kita menyandarkan pula iman kita – karena di dalamnya Allah yang bersabda untuk kita saat ini.

Beberapa perikop yang sangat inspiratif menjadi renungan para pewarta misalnya :

-         Panggilan Musa

-         Panggilan Yeremia

-         Panggilan Yesaya

-         Panggilan Yehezkiel

-         Panggilan Para Murid

-         Kisah tentang Orang Samaria

-         Kisah Tentang Emaus

-         Kisah Wanita samaria dan air hidup

-         Panggilan Petrus

-         Panggilan St. Paulus

Syalom.

Tidak ada komentar: