LUK 11:27-28
11:27 Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." 11:28 Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."
Menarik bahwa perikop ini hanya ditulis oleh Lukas. Dari sisi model penulisan, sekali lagi Lukas seolah “menyela” reportase aktifitas Yesus yang sibuk mengajar dan menyembuhkan banyak orang. Seolah Lukas ingin merekam juga suasana di sekitar Yesus, termasuk celetukan dan komentar dari para audiens. Celetukan seorang wanita seperti di atas sangat lazim terjadi. Manakala ada sesorang yang mengagumkan, menggemaskan, membuat heboh maka akan keluar celetukan dari orang-orang. Dan yang lazim adalah : “anak siapa itu!” Atau mungkin “seandainya anakku seperti itu….” Hal yang sangat lumrah. Namun ada yang sedikit aneh dalam celetukan yang ditulis oleh Lukas ini. Deskripsi celetukan ini sangat tidak lazim. : "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau."
Celetukan yang lazim – namun dengan cara yang tidak lazim. Terlihat tidak lazim karena sangat spesifik dikatakan “Ibu yang mengandung…” bukan sekedar “anak siapa” namun langsung dengan “berkat : berbahagialah….. makarios” dan secara terang terangan dikatakan dalam bahasa aslinya “koilia / koilos” . Ungkapan teknis yang sangat biologis mengarah pada “rahim” seorang wanita. “Berbahagialah wanita yang “rahimnya” mengerami Engkau: makaria e koilia e bastasasa se ”. Dalam perjanjian lama ungkapan ini kerap dipakai untuk menunjukkan perlindungan dan pengenalan Yahweh pada manusia sejak ia “dibentuk” dalam rahim (Aram : rechem) ibu (bdk MZM 22: 10-11; 71:6 ; 139: 13). Hal yang sama juga dipakai untuk kata mastos . Kata yang sangat teknis untuk susu ibu. kai mastoi ous eqhlasas
Pemakaian kata-kata teknis biologis ini memang bisa dimaklumi mengingat Lukas adalah seorang dokter/tabib. Namun lebih dari itu, tentunya dalam pemakaian kata-kata itu terkandung pesan yang sangat mendasar.
Rahim yang meng-erami/yang di dalamnya benih manusia bertumbuh hingga saat kelahiran tiba. Di dalam rahim tersebut janin embrio terbentuk. Sejak awal kehidupan dimulai dari pertemuan sperma dan ovum yang terjadi dirahim ini. Hingga Sembilan bulan sepuluh hari sang embrio – yang nota bene adalah (sudah) manusia personal yang penuh mendapatkan segala-galanya. Bukan hanya asupan gisi dari tubuh ibu kepada sang bayi melalui plasenta, melainkan juga asupan psikis dan spiritual dari persona sang ibu kepada jabang bayi. Diyakini bahwa apa yang dirasakan oleh sang ibu – juga dirasakan oleh si bayi. Bahkan sejak dalam kandungan pun sang ibu dianjurkan untuk sering berbicara kepada si bayi – komunikasi telah terjalin secara psikis dan batin sejak bayi dalam kandungan.
Setelah bayi keluar dari rahim, air susu ibu menjadi makanan pertama dan utama bagii bayi. Sebelum bayi mampu mencerna makanan yang lain, susu ibu adalah satu-satunya asupan yang sangat dibutuhkan. Selama beberapa bulan awal hidupnya pun bayi sangat bergantung pada air susu ibu. ASI-lah yang memelihara anak pada awal hidup dunia. Ibu harus benar-benar menjaga makanan yang dimakannya sendiri selama bayi masih menyusu. Apa yang dimakan ibu – juga dimakan bayi melalui susu. Bahkan tak jarang jika bayi sakit maka ibulah yang harus menelan obat agar tersalurkan pada bayi saat menyusui. Suatu proses yang sangat mengagumkan. Lama sebentarnya si anak mendapatkan ASI ternyata sangat menentukan kondisi kesehatan fisik si anak hingga dewasa. Dan tak hanya sekedar makanan, dalam proses menyusui juga sangat intens terjadi kontak batin antara ibu dan bayi. Rasa sayang dan perasaan batin ibu juga sangat dirasakan oleh anaknya dan terekan pada alam bawah sadar. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi dan ketahanan psikis anak hingga dewasa. Bagaimana anak memandang dan berinteraksi bersama manusia lain sangat dipengaruhi oleh bagaimana ia diperlakukan pada masa lalu. Apa yang direkam di bawah sadar di masa lalu seolah menjadi “platform/cetak biru” bagi pola tingkah lakunya kelak.
Cara komentar yang tak lazim ini mendapatkan pemaknaannya lebih mendalam dengan jawaban Yesus : "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."
Seolah/sekilas Yesus seperti menyangkal apa yang dikatakan wanita tadi, namun sesungguhnya tidak. Seperti pula ketika saudara-saudara yesus menjenguk Dia, Yesus mengatakan hal yang senada : Mat 12:50 “Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku”
Justru dengan mengatakan demikian kepada kita, yesus menunjukkan bahwa dalam diri ibu Yesus/Maria, keistimewaan bukan sekedar karena rahimnya mengandung Yesus – dan air susunya menghidupi Yesus – melainkan terutama karena Maria adalah pendengar firman Allah dan memeliharanya. Maria menjadi model yang paling lengkap karena selain hubungan fisik, psikis dan spiritual dengan Yesus – Maria juga contoh sempurna pendengar dan pemelihara Firman, pelaksana kehendak Allah. Sebagaimana St. Dominikus pencipta doa salam maria menyebutkan : “Terpujilah engkau di antara wanita…. Dan terpujilah buah tubuhmu Yesus!”. Karena Maria, sebutan “yang berbahagia” menjadi universal. Tidak terbatas hanya yang berhubungan darah dengan Yesus – tidak terbatas pada untuk orang Yahudi saja – melainkan untuk semua bangsa. Hal ini sesuai dengan tujuan Lukas menulis Injilnya, yaitu kabar gembira bagi bangsa-bangsa di luar Yahudi juga.