SANTA MARIA DARI MEDALI WASIAT
SANTA KATARINA LABOURE
Namanya, Zoe Laboure dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1806 di Fain-les-Moutiers, Perancis. Ia adalah anak kesembilan dari sebelas orang putera-puteri keluarga Pierre dan Louise Laboure. Kesebelas anak itu terdiri dari delapan orang putera dan tiga orang puteri. Pierre Laboure seorang terpelajar yang menjadi petani yang sukses. Ketika Zoe berusia sembilan tahun, ibunya meninggal dunia. Zoe sangat sedih kehilangan ibunya, ia masuk ke kamarnya, berlutut di bawah patung St. Perawan Maria dan berdoa, “Bunda Maria, sekarang engkaulah ibuku.”
Tak lama setelah ibunya meninggal, Marie-Louise, kakak perempuan Zoe, masuk Kongregasi Suster Puteri Kasih. Oleh karena itu Zoe dan Tonine, adik perempuannya, harus tinggal di rumah untuk membantu ayahnya mengatur rumah tangga dan mengerjakan sawah. Karena tugas-tugasnya itu, Zoe menjadi satu-satunya anak di keluarga Laboure yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah. Ia tidak dapat membaca dan menulis.
Sejak Zoe menerima komuninya yang pertama pada tahun 1818, setiap hari ia bangun pukul empat pagi, berjalan beberapa mil untuk mengikuti Misa dan berdoa di gereja. Sama seperti kakaknya, Zoe juga mempunyai keinginan yang kuat untuk masuk biara, tetapi keinginannya itu ditahannya karena tenaganya masih dibutuhkan di rumah.
Ketika usianya sembilan belas tahun Zoe mendapat mimpi yang aneh. Dalam mimpinya, ia sedang berdoa di gereja di Fains. Seorang imam tua mempersembahkan Misa. Ketika Misa telah selesai imam tua itu menunjuk kepada Zoe dengan jarinya. “Anakku,” katanya, “Merawat orang-orang sakit adalah perbuatan yang baik. Suatu hari kelak engkau akan datang kepadaku. Tuhan telah memanggilmu untuk itu. Janganlah engkau lupa.”
Pada tahun 1828 Zoe berusia dua puluh dua tahun dan Tonine dua puluh tahun. Sekarang Tonine sudah bisa menggantikan kedudukannya mengurus rumah tangga. Tibalah saatnya bagi Zoe untuk berbicara kepada ayahnya mengenai panggilan hidupnya. Pierre berusaha mencegah keinginan puterinya, maka ia mengirim Zoe ke Paris untuk tinggal bersama Charles, kakaknya yang telah menikah.
Suatu hari Zoe mengunjungi Biara Suster Puteri Kasih. Ia melihat lukisan terpampang di dinding. Lukisan seorang imam tua - imam yang mengunjunginya dalam mimpi di Fains. Zoe bertanya siapakah imam itu. “Pendiri kongregasi kami, Santo Vinsensius de Paul.” (St. Vinsensius de Paul telah wafat 200 tahun yang lalu!) Jadi, itulah rencana Tuhan.
Pada bulan Januari 1830 Zoe menjadi seorang postulan (postulan: masa percobaan, persiapan masuk biara) di Biara Suster Puteri-Puteri Kasih di Catillion-sur-Seine. Tiga bulan kemudian ia dikirim sebagai novis (Novis: biarawan/biarawati yang sedang menjalani masa percobaan sebagai latihan rohani sebelum mengucapkan kaul biara) ke Biara Suster Puteri Kasih di Rue de Bac, Paris. Zoe memilih nama Katarina.
Di Biara Rue de Bac suster Katarina memperoleh penampakan-penampakan luar biasa. Selama tiga hari berturut-turut ia mendapat penampakan hati St. Vinsensius di atas tempat reliqui St. Vinsensius disimpan. Di lain waktu ia melihat Tuhan yang Maharahim di depan Sakramen Maha Kudus; penampakan seperti ini terjadi teristimewa pada waktu Misa di mana Tuhan akan menampakkan diri sesuai dengan bacaan liturgi pada hari itu.
Pada tanggal 18 Juli, menjelang salah satu Pesta St Vinsensius de Paul yang akan dirayakan keesokan harinya, seorang Suster Superior menceritakan kepada para novis keutamaan-keutamaan Pendiri Kongregasi mereka serta membagikan kepada mereka masing-masing sepotong kain dari jubah St. Vinsensius. Dengan sungguh-sungguh Sr Katarina memohon bantuan doa St Vinsensius agar ia diperkenankan memandang Bunda Allah. Kemudian Sr Katarina pergi tidur.
Pada tengah malamnya Santa Perawan Maria menampakkan diri kepadanya. Pada jam setengah dua belas malam, terbangunlah suster Katarina, dan dengan jelas ia mendengar suara seseorang memanggilnya hingga tiga kali: “Suster Labuore”. Maka tampaklah olehnya seorang anak berumur kira-kira empat / lima tahun yang berkata kepadanya: “marilah pergi ke kapel, Santa Maria menantikan engkau”. Ia segera berpakaian, lalu diiringkan anak itu yang selalu ada di sebelah kirinya dan yang menyinarkan sinar yang terang benderang. Di dalam kapel bernyala-lah semua lilin dan lampu lainnya. Maka anak itu mengantarkannya menuju ke altar. Di sini berlututlah suster itu dan setelah menunggu setengah jam lamanya, maka sekonyong-konyong anak itu berseru: “itulah Santa Maria”. Di sebelah epistle turunlah Santa Maria, berlutut di hadapan Sakramen Mahakudus, lalu duduk di kursi Romo Direktur. “dengan satu langkah saja”, demikian kata suster Katarina, “saya telah berada didekatnya. Tangaku kuletakkan di atas lutut Santa Maria. Itulah saat yang paling berbahagia dalam hidupku”. Dua jam lamanya Santa Maria bercakap-cakap dengan suster Katarina, tentang suatu tugas yang hendak diberikan kepadanya oleh Tuhan, dan tentang kesukaran-kesukaran yang akan dialaminya selama menjalankan tugas itu. Lalu pergilah Santa Maria. Maka anak itu menghantarnya kembali ke ruangan tidur, melalui jalan yang dilaluinya tadi. Terdengarlah olehnya bunyi lonceng dua kali: pergilah ia ke tempat tidur, namun ia tak dapat memejamkan mata.
Pada tanggal 27 Nopember 1830 pukul setengah enam sore, setelah doa meditasi selesai, sekali lagi Santa Maria menampakkan diri kepada suster Katarina di kapel. Ia memegang suatu bulatan yang diatasnya ada salibnya. Dengan menengadah Santa Maria seolah menghaturkan bulatan itu kepada Tuhan dan memintakan berkatNya. Segera permintaannya dikabulkan, lalu tampaklah pada jari-jarinya cincin-cincin yang penuh dengan permata beraneka warna, yang satu melebihi yang lainnya. Permata tadi menyinarkan sinar-sinar yang makin ke bawah makin menebal. Di waktu Santa Maria sedang diliputi oleh sinar menyilaukan mata, hilanglah bulatan itu. Maka ia memandang kepada suster Katarina, lalu membuka tangannya dan berdiri di atas bulatan dunia yang lebih besar. Di sekeliling Santa Maria terbentuk bulatan panjang dengan di atasnya tertulis kata-kata : “Ya Maria, yang dikandung tanpa noda, doakanlah kami yang berlindung kepadamu”. Lalu terdengarlah suara: “inilah lambang karunia yang kulimpahkan kepada orang-orang yang memintanya kepadaku. Suruhlah membuat sebuah medali menurut bentuk ini, dan siapa yang memakainya, akan menerima karunia besar, apalagi jika medali itu dikenakan pada lehernya. Orang yang memakainya akan menerima karunia berlimpah-limpah”. Maka dibaliklah gambaran ini dan di medali sebelah belakang terlihat huruf “M” dengan sebuah salib di atasnya dan di bawahnya dua buah hati Yesus dan Maria, yang satu bermahkota duri – yang lain tertusuk pedang, dan semuanya itu dilingkari dua belas bintang. Inilah dengan singkat cerita asal muasal medali itu. Bunda Maria meminta agar medali dengan gambar tersebut dibuat dan dogma Yang Dikandung Tanpa Dosa dihormati. Siapa saja yang mengenakan medali tersebut akan menerima rahmat dari Yesus melalui doa-doa ibu-Nya.
Makin tersebar medali ini, makin keraplah terdengar kabar bahwa banyak permintaan yang dikabulkan karena pemakaian medali itu dengan penuh kepercayaan. Sekali, diberitakan bahwa ada orang yang sekonyong-konyong sembuh dari sakitnya, dan lain lagi orang yang bertobat tiba-tiba padahal sebelumnya seolah mustahil untuk ditobatkan. Karenanya, akhirnya medali itu disebut orang sebagai medali yang bermukjijat, medali wasiat. Para ibu, yang anaknya tersesat jalan hidupnya menjahitkan medali itu dengan diam-diam ke dalam lapisan jas atau mantolnya. Dan kemudian hari si ibu melihat bagaimana anaknya tiba-tiba berbalik sama sekali kembali kepada jalan yang benar.
“Ya Maria yang dikandung tanpa noda, doakanlah kami yang berlindung padamu”, alangkah sangat indah doa ini terucap dari bibir seorang anak yang masih suci-murni, maupun di bibir seorang dewasa yang telah berdosa besar dan bertobat. Alangkah indahnya doa ini bila terucap di bibir orang-orang terpelajar maupun orang-orang biasa. Pemuda-pemudi yang khawatir akan masa depannya, khawatir akan jalan hidupnya kelak – segera mengucapkan doa yang menentramkan hati ini. Mohon pendampingan dari Bunda Yang Tak Bernoda. Si ayah yang bersusah payah mengupayakan yang terbaik bagi kehidupan keluarganya, memohon supaya ia mendapat pertolongan. Dengan jalan ini pun ibu-ibu yang khawatir akan suami dan anak-anaknya memohon kekuatan dan bantuan dari Bunda Maria. Tentara-tentara yang dalam peperangan, para pelajar yang dalam perjuangan demi masa depan, para pelaut yang dalam badai topan di tengah laut, semuanya mengucapkan doa singkat yang menghindarkan dari mara-bahaya. Orang-orang yang telah mendekati ajal, meletakkan medali itu di bibirnya dan berbisik-bisik pelahan mengucapkan doa yang terakhir : “O Maria, yang dikandung tanpa dosa, doakanlah kami yang berlindung padamu.”
Demikianlah Medali Wasiat dibuat dan devosi disebarluaskan. Dalam waktu yang singkat banyak orang di seluruh dunia telah mengenakannya. Namun demikian, kecuali Bapa Pengakuannya, tidak seorang pun termasuk para suster Puteri-Puteri Kasih, yang mengetahui bahwa kepada suster Katarina-lah Bunda Allah menampakkan diri.
Setelah penampakan Santa Perawan Maria kepadanya, suster Katarina melewatkan empat puluh lima tahun hidupnya sebagai biarawati dengan merawat mereka yang tua dan yang sakit di Rumah Lansia Enghien di Paris. Ia menyimpan semua rahasianya dengan bahagia, ia hanya tertarik untuk melayani Tuhan sebanyak yang ia mampu.
Pada tahun 1876 suster Katarina merasakan adanya keyakinan batin bahwa ia akan meninggal sebelum akhir tahun berlalu. Menjelang kematiannya, suster Katarina berusaha melaksanakan permintaan St Perawan Maria yang terakhir yaitu agar sebuah patung Maria dibuat. Baru pada saat itulah suster Katarina membuka rahasianya dan menceritakan segala sesuatunya kepada Suster Superior (Superior: Pembesar Biara).
Pada tanggal 31 Desember 1876 suster Katarina meninggal dunia. Suster Superior menceritakan segala rahasia yang telah dipendam demikian lama oleh suster Katarina kepada para suster Puteri-Puteri Kasih, yang dengan terkagum-kagum baru menyadari bahwa seorang kudus telah tinggal bersama mereka. Pemakaman Sr Katarina adalah pemakaman yang penuh dengan pesta dan sukacita. Segala lagu sedih dan dukacita diganti dengan lagu-lagu gembira dan ucapan syukur: bagi Sr Katarina, bagi Santa Perawan Maria dari Medali Wasiat, dan bagi Allah yang demikian Mengasihi kita.
Pada tahun 1933, lima puluh tujuh tahun setelah St Katarina dimakamkan, makamnya dibongkar. Mereka mendapati jenasah St Katarina dalam keadaan segar sama seperti pada saat ia dimakamkan. Matanya tetap biru dan indah, kedua belah tangan dan kakinya lemas dan tidak kaku, seolah-olah ia sedang tidur. Jenasah St Katarina dibaringkan dalam peti kaca dan ditempatkan dekat altar Kapel di 140 Rue du Bac, Paris, tempat di mana Bunda Maria menampakkan diri kepadanya.
Jika kita mengunjungi Kapel Penampakan, kita dapat memandang wajah serta bibir St Katarina; bibir yang telah menyimpan rahasia besar selama empat puluh enam tahun, rahasia yang telah menggoncangkan dunia.
Pada tanggal 27 Juli 1947 Sr. Katarina dinyatakan sebagai santa oleh Paus Pius XII. Pestanya dirayakan pada tanggal 28 November, sehari setelah Pesta Santa Perawan Maria dari Medali Wasiat.
Dari beberapa sumber
“O Maria, sine labe originali concept, intercede pro nobis, qui ad te confugimus”.
Mei 2012
FX. Sutjiharto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar